Tokoh K.H. Ahmad Dahlan

Diposting pada

Selamat datang di Pakdosen.co.id, web digital berbagi ilmu pengetahuan. Kali ini PakDosen akan membahas tentang Tokoh K.H. Ahmad Dahlan? Mungkin anda pernah mendengar kata Tokoh K.H. Ahmad Dahlan? Disini PakDosen membahas secara rinci tentang riwayat, latar belakang, tujuan, pemikiran dan konsep. Simak Penjelasan berikut secara seksama, jangan sampai ketinggalan.

Tokoh K.H Ahmad Dahlan

Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan

K.H. Ahmad Dahlan diakui sebagai salah seorang tokoh pembaru dalam pergerakan Islam Indonesia, antara lain, karena ia mengambil peran dalam mengembangkan pendidikan Islam dengan pendekatan-pendekatan yang lebih modern. Ia berkepentingan dengan pengembangan pendidikan Islam masyarakat yang menurutnya tidak sesuai dengan ajaran Al –Qur’an dan Hadits. Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868 adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. K.H Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu ,dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat sebagai penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. Dalam sumber lain K.H. Ahmad Dahlan dilahirkan pada tahun 1869.


Diwaktu kecil K.H. Ahmad Dahlan bernama Muhammad Darwis, nama Ahmad Dahlan adalah pergantian setelah berangkat untuk menunaikan ibadah haji di Makkah. Sebelum mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah, beliau bergabung sebagai anggota Boedi Oetomo yang merupakan organisasi kepemudaan pertama di Indonesia. Dengan kedalaman ilmu agama dan ketekunannya dalam mengikuti gagasan-gagasan pembaharuan Islam, K.H. Ahmad Dahlan kemudian aktif menyebarkan gagasan pembaharuan Islam ke pelosok-pelosok tanah air sambil berdagang batik. K.H. Ahmad Dahlan melakukan tabliah dan diskusi keagamaan sehingga atas desakan para muridnya pada tanggal 18 November 1912 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah. Disamping aktif di Muhammadiyah beliau juga aktif di partai politik. Seperti Budi Utomo dan Sarikat Islam. Hampir seluruh hidupnya digunakan utnuk beramal demi kemajuan umat Islam dan bangsa. K.H. Ahmad Dahlan meninggal pada tanggal 7 Rajab 1340 H atau 23 Pebruari 1923 M dan dimakamkan di Karang Kadjen, Kemantren, Mergangsan, Yogyakarta.


Latar Belakang Pendidikan KH. Ahmad Dahlan

Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis. Saat masih kecil beliau diasuh oleh ayahnya sendiri yang bernama K.H. Abu bakar. Karena sejak kecil Muhammad Darwis mempunyai sifat yang baik, budi pekerti yang halus dan hati yang lunak serta berwatak cerdas, maka ayah bundanya sangat sayang kepadanya. Ketika Muhammad Darwis menginjak usia 8 tahun Ia dapat membaca Al-Qur’an dengan lancar. Dalam hal ini Muhammad Darwis memang seorang yang cerdas pikirannya karena dapat mempengaruhi teman-teman sepermainannya dan dapat mengatasi segala permasalahan yang terjadi diantara mereka. Muhammad Darwis tinggal di kampung kauman yang mana di tempat itu anti dengan penjajah. Suasana seperti itu tidak memungkinkan bagi Muhammad Darwis untuk memasuki sekolah yang dikelola oleh pemerintah penjajah. Pada waktu itu siapa yang memasuki sekolah gubernamen, yaitu sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah jajahan, dianggap kafir atau kristen. Sebab itu muhammad Darwis tidak meuntut ilmu pada sekolah Gubernamen, Ia mendapatkan pendidikan, khususnya pendidikan keagamaan dari ayahnya sendiri.

Baca Lainnya :  Pengertian Konsinyasi

Pada abad ke-19 berkembang suatu tradisi mengirimkan anak kepada guru untuk menuntut ilmu, dan menurut Karel Steebbrink sebagaimana yang dikutip oleh Weinata Sairin ada enam macam guru yang terkenal pada masa itu; guru ngaji Qur’an, guru kitab, guru tarekat, guru untuk ilmu ghaib, pejual jimat dan lain-lain. Dari lima macam guru tadi, Muhammad Darwis belajar mengaji Qur’an pada ayahnya, sedangkan belajar kitab pada guru-guru lain. Setelah menginjak dewasa, Muhammad Darwis mulai membuka kebetan kitab mengaji kepada K.H. Muhammad Saleh dalam bidang ilmu Fiqh dan kepada K.H. Muhsin dalam bidang ilmu nahwu. Kedua guru tersebut merupakan kakak ipar yang rumahnya berdampingan dalam suatu komplek. Sedangkan pelajaran yang lain beliau belajar kepada ayahnya sendiri. Guru-guru Muhammad Darwis lain yang bisa disebut adalah; Kyai haji Abdul Khamid, KH. Muhammad Nur, dan Syaikh Hasan. Sebelum mendirikan organisasi Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi di Mesir, Arab, dan India, untuk kemudian berusaha menerapkannya di Indonesia. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan pengajian agama di langgar atau mushola.


Tujuan Berdirinya Organisasi Muhammadiyah

Sesuai dengan ide pembaruan yang di serapnya dari pemikiran Timur Tengah, ia pun mulai melakukan usaha meluruskan akidah dan amal ibadah masyarakat Islam. Melihat kondisi umat Islam yang saat itu cukup kritis, K.H. Ahmad Dahlan terdorong untuk mendirikan organisasi yang kemudian dinamakan Muhammadiyah. Organisasi ini berdiri pada 8 November 1912 di yogyakarta. Perkumpulan Muhammadiyah berusaha mengembalikan ajaran Islam kepada sumber aslinya, yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Hal ini diwujudkan melalui usaha memperluas dan mempertinggi pendidikan Islam, serta memperteguh keyakinan agama Islam.


Tujuan dari berdirinya organisasi ini ialah mengadakan dakwah Islam, memajukan pendidikan dan pengajaran, menghidupkan sifat tolong-menolong, mendirikan tempat ibadah dan wakaf, mendidik dan mengasuh anak-anak agar menjadi umat Islam yang berarti, berusaha ke arah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam, serta berusaha dengan segala kebijaksanaan supaya kehendak dan peraturan islam berlaku dalam masyarakat. Rumusan tujuan ini sesuai dengan apa yang tertulis dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Desenber 1950. Setelah organisasi ini berdiri, sekolah yang didirikan semakin banyak, karena pendirian sekolah dan madrasah menjadi prioritas dalam setiap gerakan Muhammadiyah. Oleh karena itu, di mana ada cabang perkumpulan organisasi ini dipastikan terdapat sekolah atau Madrasah Muhammadiyah. Hal ini dimungkinkan karena kalangan pendukung Muhammadiyah kebanyakan berasal dari kaum pedagang dan pegawai di wilayah perkotaan sehingga mudah untuk dikoordinasikan.


Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan

Merasa prihatin terhadap perilaku masyarakat Islam di Indonesia yang masih mencampur-baurkan adat-istiadat yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran umat islam, inilah yang menjadi latar belakang pemikiran K.H. ahmad Dahlan untuk melakukan pembaruan, yang juga melatar belakangi lahirnya Muhammadiyah. Selain faktor lain diantaranya, yaitu pengaruh pemikiran pembaruan dari para gurunya di Timur Tengah. Hampir seluruh pemikiran K.H. Ahmad Dahlan berangkat dari keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan politik kolonial belanda yang sangat merugikan bangsa Indonesia. Menurut K.H. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Memang, Muhammadiyah sejak tahun 1912 telah menggarap dunia pendidikan, namun perumusan mengenai tujuan pendidikan yang spesifik baru disusun pada 1936. Pada mulanya tujuan pendidikan ini tampak dari ucapan K.H. Ahmad Dahlan: “ Dadiji kjai sing kemajorean, adja kesel anggonu njambut gawe kanggo Muhammadiyah”( Jadilah manusia yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah)

Baca Lainnya :  Pengertian Negosiasi

Untuk mewujudkannya, menurut K.H. Ahmad Dahlan pendidikan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

  1. Pendidikan moral, akhlak, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan karakter manusia yang baik, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah
  2. Pendidikan Individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh, yang berkesinambungan antara keyakinan dan intelek, antara akal dan pikiran serta antara dunia dan akhirat
  3. Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kese”iya”an dan keinginan hidup masyarakat.

Tanpa mengurangi pemikiran para intelektual muslim lainnya, paling tidak pemikiran Ahmad Dahlan tentang pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai awal kebangkitan pendidikan Islam di Indonesia. Gagasan pembaruannya sempat mendapat tantangan dari masyarakat waktu itu, terutama dari lingkunagan pendidikan tradisional. Kendati demikian, bagi Dahlan, tantangan tersebut bukan merupakan hambatan, melainkan tantangan yang perlu dihadapi secara arif dan bijaksana. Arus dinamika pembaharuan terus mengalir dan bergerak menuju kepada berbagai persoalan kehidupan yang semakin kompleks. Dengan demikian, peranan pendidikan Islam menjadi semakin penting dan strategis untuk senantiasa mendapat perhatian yang serius. Hal ini disebabkan, karena pendidikan merupakan media yang sangat strategis untuk mencerdaskan umat. Melalui media ini, umat akan semakin kritis dan memiliki daya analisa yang tajam dalam membaca peta kehidupan masa depannya yang dinamis. Dalam konteks ini, setidaknya pemikiran pendidikan K.H Ahmad Dahlan dapat diletakkan sebagai upaya sekaligus wacana untuk memberikan inspirasi bagi pembentukan dan pembinaan peradaban umat masa depan yang lebih proporsional.


Konsep Pendidikan KH. Ahmad Dahlan

Kehadiran penjajah Belanda ke Indonesia telah merusak tatanan sosial yang ada dalam masyarakat Indonesia. Di jawa, Belanda telah merusak dan menghancurkan komponen kehidupan perdagangan dan politik umat Islam. Selain itu, kondisi umat Islam mulai menyimpang dari kesucian dan kemurnian ajaran Islam. Dalam segi kegiatan keagamaan, mulai berkembang sikap fatalisme, khurafat, takhayul, serta konservatisme yang tertanam kuat dalam kehidupan keagamaan dan sosial ekonomi masyarakat Islam. Kondisi ini diperburuk lagi dengan dengan misi kristenisasi yang membuat umat Islam mengalami kejumudan dalam setiap aspek kehidupannya. Memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan Islam dan akibat dari pemerintahan kolonial Belanda, terutama di pulau Jawa, K.H. Ahmad Dahlan merasa sangat prihatin. Umat Islam saat itu berada dalam keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan. Selain itu, sistem pendidikan yang ada sangat lemah sehingga tidak mampu menandingi misi kaum Zindiq maupun Kristen.


Melihat kenyataan diatas, beliau sebagai seorang muallim merasa terpanggil untuk mempertahankan sistem dari abad-abad permulaan Islam sebagai suatu sistem yang benar dan bebas dari unsur-unsur bid’ah, berusaha membangun kembali agama Islam yang didasarkan pada sendi-sendi ajaran yang benar, yakni sejalan dengan Al-Qur’an dan Hadits. Oleh sebab itu K.H. Ahmad dahlan memfokuskan dirinya untuk memperbaiki tatanan masyarakat dengan meningkatkan taraf pendidikan khususnya di Indonesia. Pelaksanaan pendidikan menurut Dahlan hendaknya di dasarkan pada landasan yang kokoh. Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan kerangka filosofis bagi Islam, baik secara vertikal (Khaliq) maupun Horizontal (makhluk). Dalam pandangan Islam, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu sebagai abd’ Allah dan khalifah fi al-ardh.

Baca Lainnya :  Sosialisasi Politik

Dalam proses kejadiannya, manusia diberikan Allah dengan al-ruh dan al’aql. Untuk itu, pendidikan hendaknya menjadi media yang dapat mengembangkan potensi al-ruh untuk menalar petunjuk pelaksanaan ketundukan dan kepatuhan manusia kepada Khaliqnya. Disini eksistensi akal merupakan potensi dasar bagi peserta didik yang perlu dipelihara dan dikembangkan guna menyusun kerangka teoritis dan metodologis bagaimana menata hubungan yang harmonis secara vertikal maupun horizontal dalam konteks tujuan penciptaannya. Pendidikan menurut K.H. Ahmad Dahlan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut maka konsep pendidikan K.H. Ahmad Dahlan ini meliputi:

  • Tujuan Pendidikan

Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih dan mendalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agama sama sekali. Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi K.H. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.


  • Materi pendidikan

Menurut Dahlan, materi pendidikan adalah pengajaran Al-Qur’an dan Hadits, membaca, menulis, berhitung, Ilmu bumi, dan menggambar. Materi Al-Qur’an dan Hadits meliputi; Ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran Al-Qur’an dan Hadits menurut akal, kerjasama antara agama-kebudayaan-kemajuan peradaban, hukum kausalitas perubahan, nafsu dan kehendak, Demokratisasi dan liberalisasi, kemerdekaan berpikir, dinamika kehidupan dan peranan manusia di dalamnya, dan akhlak (budi pekerti).


  • Metode Mengajar

Di dalam menyampaikan pelajaran agama K.H. Ahmad Dahlan tidak   menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi kontekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi. Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan Sorogan, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem masihal seperti sekolah Belanda. Bahan pelajaran di pesantren mengambil dari kitab-kitab agama saja. Sedangkan di madrasah Muhammadiyah bahan pelajarannya mengambil dari kitab agama dan buku-buku umum. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan antara guru-murid yang akrab.


Demikian Penjelasan Materi Tentang Tokoh K.H. Ahmad Dahlan : Riwayat, Latar Belakang, Tujuan, Pemikiran dan Konsep  Semoga Materinya Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi.