Pondok Pesantren

Diposting pada

Selamat datang di Pakdosen.co.id, web digital berbagi ilmu pengetahuan. Kali ini PakDosen akan membahas tentang Pondok Pesantren? Mungkin anda pernah mendengar kata Organisasi? Disini PakDosen membahas secara rinci tentang pengertian, sejarah, tujuan, karakteristik, materi, metode dan interelasi. Simak Penjelasan berikut secara seksama, jangan sampai ketinggalan.

Pondok Pesantren

Pengertian Pondok Pesantren

Secara etimologis, pondok pesantren adalah gabungan dari pondok dan pesantren. Pondok, berasal dari bahasa Arab funduk yang berarti hotel, yang dalam pesantren Indonesia lebih disamakan dengan lingkungan padepokan yang dipetak-petak dalam bentuk kamar sebagai asrama bagi para santri. Sedangkan pesatren merupakan gabungan dari kata pe-santri-an yang berarti tempat santri.


Sejarah Pondok Pesantren

Sejarah Pondok Pesantren

Sejarah pondok pesantren di Jawa tidak lepas dari peran para Wali Sembilan atau lebih dikenal dengan Walisongo yang menyebarkan Islam di pulau Jawa pada khususnya. Pada masa Walisongo inilah istilah pondok pesantren mulai dikenal di Indonesia. Ketika itu Sunan Ampel mendirikan padepokan di Ampel Surabaya sebagai pusat pendidikan di Jawa. Para santri yang berasal dari pulau Jawa datang untuk menuntut ilmu agam. Padepokan Sunan Ampel inilah yang dianggap sebagai cikal bakal berdirinya pesantren-pesantren yang tersebar di Indonesia. Apabila diteliti mengenai silsilah ilmu para Walisongo, akan ditemukan bahwa kebanyakan silsilahnya sampai pada Sunan Ampel. Misalnya, Sunan Kalijaga, beliau adalah santri dari Sunan Bonang yang merupakan putra Sunan Ampel. Begitu pula Sunan Kudus yang banyak menuntut ilmu dari Sunan Kalijaga.


Setelah periodesasi perkembangan pesantren yang cukup maju pada masa Walisongo, masa-masa suram mulai terlihat ketika Belanda menjajah Indonesia. Pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan yang politik pendidikan dalam bentuk Ordonansi Sekolah Liaratau Widle School Ordonanti yang sangat membatasi ruang gerak pesantren. Tujuannya, pihak Belanda ingin membunuh madrasah dan sekolah yang tidak memiliki izin dan juga bertujuan melarang pengajaran kitab-kitab Islam yang menurut mereka berpotensi memunculkan gerakan subversi atau perlawanan di kalangan santri dan muslim pada umumnya. Hal seperti ini akhirnya membuat pertumbuhan dan perkembangan Islam menjadi tersendat. Sebagai respon penindasan Belanda tersebut, kaum santri mulai melakukan perlawanan yakni, antar tahun 1820-1880 kaum santri memberontak di belahan Nusantara. Akhirnya, pada akhir abad ke-19 Belanda mencabut resolusi tersebut, sehingga mengakibatkan pendidikan pesantren sedikit lebih berkembang.


Setelah penjajahan Belanda berakhir, Indonesia dijajah kembali oleh Jepang. Pada masa penjajahan Jepang ini, pesantren berhadapan dengan kebijakan Saikere yang dikeluarkan pemerintahan Jepang. Hal ini ditentang keras oleh Kyai Hasyim Asy’ari sehingga ditangkap dan dipenjara selama 8 bulan. Berawal dari sinilah terjadi demonstrasi besar-besaran yang melibatkan ribuan kaum santri menuntut pembebasan Kyai Hasyim Asy’ari dan menolak kebijakan Seikere. Sejak itulah pihak Jepang tidak pernah mengusik dunia pesantren. Pada masa awal kemerdekaan, kaum sanri kembali berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa wajib hukumnya mempertahankan kemerdekaan. Setelah Indonesia dinyatakan merdeka, pondok pesantren kembali diuji, karena pemerintahan Soekarno yang dinilai sekuler itu telah melakukan penyeragaman atau pemusatan pendidikan nasional. Pada masa Orde Baru, bersamaan dengan dinamika politik umat Islam dan negara, Golongan Karya (Golkar) sebagai kontestan Pemilu selalu membutuhkan dukungan dari pesantren. Dari sinilah kemudian ada usaha timbal balik dari pemerintahan dan pesantren. Kondisi nyata seperti itu mengakibatkan pesantren mengalami pasang surut hingga pada era pembangunan.

Baca Lainnya :  Media Pembelajaran adalah

Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren

Pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan mempunyai tujuan yang dirumuskan dengan jelas sebagai acuan progam-progam pendidikan yang diselenggarakannya. Profesor Mastuhu menjelaskan bahwa tujuan utama pesantren adalah untuk mencapai hikmah atau wisdom (kebijaksanaan) berdasarkan pada ajaran Islam yang dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman tentang arti kehidupan serta realisasi dari peran-peran dan tanggung jawab sosial. Setiap santri diharapkan menjadi orang yang bijaksana dalam menyikapi kehidupan ini. Santri bisa dikatakan bijaksana manakala sudah melengkapi persyaratan menjadi seorang yang ‘alim (menguasai ilmu, cendekiawan), shalih (baik, patut, lurus, berguna, serta cocok), dan nasyir al-‘ilm (penyebar ilmu dan ajaran agama). Secara spesifik, beberapa pondok pesantren merumuskan beragam tujuan pendidikannya kedalam tiga kelompok; yaitu pembentukan akhlak/kepribadian, penguatan kompetensi santri, dan penyebaran ilmu.

  • Pembentukan akhlak/kepribadian

Para pengasuh pesantren yang notabene sebagai ulama pewaris para nabi, terpanggil untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam membentuk kepribadian masyarakat melalui para santrinya. Para pengasuh pesantren mengharapkan santri-santrinya memiliki integritas kepribadian yang tinggi (shalih). Dalam hal ini, seorang santri diharapkan menjadi manusia yang seutuhnya, yaitu mendalami ilmu agama serta mengamalkannya dalam kehidupan pribadi dan masyarakat.


  • Kompetensi santri

Kompetensi santri dikuatkan melalui empat jenjang tujuan, yaitu:

1. Tujuan-tujuan awal (wasail)

Rumusan wasail dapat dikenali dari rincian mata pelajaran yang masing-masing menguatkan kompetensi santri di berbagai ilmu agama dan penunjangnnya.


2. Tujuan-tujuan antara (ahdaf)

Paket pengalaman dan kesempatan pada masing-masing jenjang (ula, wustha, ‘ulya) terlihat jelas dibanyak pesantren. Di jenjang dasar (ula) pengalaman dan tanggung jawab terkait erat dengan tanggung jawab sebagai pribadi. Di jenjang menengah (wustha) terkait dengan tanggung jawab untuk mengurus sejawat santri dalam satu kamar atau beberapa kamar asrama. Dan pada jenjang ketiga (‘ulya) tanggung jawab ini sudah meluas sampai menjangkau kecakapan alam menyelenggarakan musyawarah mata pelajaran, membantu pelaksanaan pengajaran, dan menghadiri acara-acara di masyarakat sekitar pesantren guna mengajar di kelompok pengajian masyarakat. Lebih jauh lagi rumusan tujuan pendidikan dalam tingkat aplikasinya, santri diberi skill untuk membentuk insan yang memiliki keahlian atau kerampilan, seperti ketrampilan mengajar atau berdakwah.


3. Tujuan-tujuan pokok (maqashid)

Tujuan pokok yang ingin dihasilkan dari proses pendidikan dilembaga pesantren adalah lahirnya orang yang ahli dalam bidang ilmu agama Islam. Setelah santri dapat bertanggung jawab dalam mengelola urusan kepesantrenan dan terlihat kemapanan bidang garapannya, maka dimulailah karir dirinya. Karir itu akan menjadi media bagi diri santri untuk mengasaha lebih lanjut kompetensi dirinya sebagai lulusan pesantren. Disinilah ia mengambil tempat dalam hidup, menekuni, menumbuhkan, dan mengembangkannya.


4. Tujuan-tujuan akhir (ghayah)

Tujuan akhir adalah mencapai ridla Allah SWT. Itulah misteri kahidupan yang terus memanggil dan yang membuat kesulitan terasa sebagai rute-rute dan terminal-terminal manusiawi yang wajar untuk dilalui.

  • Penyebaran ilmu

Penyebaran ilmu menjadi pilar utama bagi menyebarnya ajaran Islam. Kalangan pesantren mengemas penyebaran ini dalam dakwah yang memuat prinsip al-amru bi al-ma’ruf wa al-nahyu ‘an al-munkar. Perhatian pesantren terhadap penyebaran ilmu ini tidak hanya dibuktikan denga otoritasnya mencetak da’i, akan tetapi juga partisipasinya dalam pemberdayaan masyarakat.


Karakteristik Pondok Pesantren

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan mempunyai karakteristik yang sangat kompleks.

Ciri-ciri secara umum ditandai dengan adanya:

  1. Kyai, sebagai figur yang biasanya juga sebagai pemilik
  2. Santri, yang belajar dari kyai
  3. Asrama, sebagai tempat tinggal para santri dimana Masjid sebagai pusatnya
  4. Adanya pendidikan dan pengajaran agama melalui sistem pengajian (weton, sorogan, dan bandongan), yang sekarang sebagian sudah berkembang dengan sistem klasikal atau madrasah.

Sedangkan ciri secara khusus ditandai dengan sifat kharismatik dan suasana kehidupan keagamaan yang mendalam. Kedua ciri ini masuk kedalam lima klasifikasi pondok pesantren. Kelima klasifikasi pesantren ini adalah:

  • Pondok pesantren salaf/klasik: yaitu pondok yang didalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan), dan sistem klasikal (madrasah) salaf.
  • Pondok pesantren semi berkembang: yaitu pesantren yang didalamnya terdapat sistem pendidikan salaf, sistem klasikal swasta dengan kurikulum 90% agama dan 10% umum.
  • Pondok pesantren berkembang: yaitu pesantren yang kurikulum pendidikannya 70% agama dan 30% umum.
  • Pondok pesantren khalaf/modern: yaitu pesantren yang sudah lengkap lembaga pendidikannya, antara lain adanya diniyah, perguruan tinggi, bentuk koperasi, dan dilengkapi takhasus (bahasa arab dan inggris).
  • Pondok pesantren ideal: yaitu pesantren modern yang dilengkapi dengan bidang ketrampilan meliputi pertanian, teknik, perikanan, perbankan. Dengan harapan alumni pesantren benar-benar berpredikat khalifah fil ardli.

Secara umum, pesantren dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yakni pesantren salaf (tradisional) dan pesantren khalaf (modern). Pembedaan ini didasarkan atas dasar materi-materi yang disampaikan dalam pesantren. Dalam sistem dan kultur pesantren dilakukan perubahan yang cukup drastis:

  1. Perubahan sistem pengajaran dari perorangan atau sorogan menjadi sistem klasikal yang kemudian dikenal dengan istilah madrasah (sekolah).
  2. Pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa Arab.
  3. Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya ketrampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitar, kepramukaan untuk melatih kedisiplinan dan pendidikan agama, kesehatan dan olahraga serta kesenian yang Islami.
  4. Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai tanda tamat dari pesantren tersebut. Biasanya ijazah bernilai sama dengan ijazah negeri.
  5. Lembaga pendidikan tipe universitas sudah mulai didirikan di kalangan pesantren.
Baca Lainnya :  Galaksi Andromeda

Modernisasi dalam pendidikan Islam merupakan pembaharuan yang terjadi dalam pondok pesantren. Setidak-tidaknya dapat menghapus image sebagian masyarakat yang menganggap bahwa pondok pesantren hanyalah sebagai lembaga pendidikan tradisional. Kini pesantren disamping berkeinginan mencetak para ulama juga bercita-cita melahirkan para ilmuwan sejati yang mampu mengayomi umat dan memajukan bangsa dan negara.


Materi Pendidikan dalam Pondok Pesantren

Materi pendidikan atau yang lebih dikenal dengan kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran dalam mencapai tujuan pendidikan. Materi pendidikan pesantren ditentukan oleh pondok pesantren itu sendiri, oleh karenanya isi dan tujuan materi pesantren ini harus dinamis, fleksibel, terbuka dan sesuai dengan perkembangan zaman serta kebutuhan masyarakat. Sebagai bagian dari pendidikan, pesantren mempunyai watak utama yaitu sebagai lembaga pendidikan yang memiliki kekhasan tersendiri. Salah satu ciri utama pesantren adalah adanya pengajaran kitab kuning sebagai kurikulumnya. Kitab kuning dapat dikatakan menempati posisi yang istimewa dalam tubuh kurikulum di pesantren.


Ditinjau dari segi materi, secara umum isi kitab kuning yang dijadikan rujukan sebagai kurikulum pesantren dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, kelompok ajaran dasar sebagaimana terdapat pada al-Qur’an dan al-Hadits serta ajaran dari penafsiran ulama terhadap keduanya. Kedua, kelompok kitab kuning yang tidak termasuk dalam ajaran agama Islam akan tetapi kajian yang masuk kedalam Islam sebagai hasil dari perkembangan Islam dalam sejarah. Bagi pesantren, kitab kuning sangatlah penting untuk menfasilitasi proses pemahaman keagamaan yang mendalam sehingga mampu merumuskan penjelasan yang segar tetapi tidak berlawanan dengan sejarah mengenai ajaran Islam, al-Qur’an, dan Hadits Nabi. Kitab kuning yang dijadikan referensi kurikulum begi kalangan pesantren adalah referensi yang kandungannya sudah tidak perlu dipertanyakan lagi.


Metode Pendidikan dalam Lingkungan Pondok Pesantren

Metode pendidikan membicarakan cara-cara yang ditempuh guru untuk memudahkan murid memperoleh ilmu pengetahuan, menumbuhkan pengetahuan kedalam diri penuntut ilmu, dan menerapkannya dalam dalam kehidupan. Untuk memahami cara-cara itu, maka tidak dapat mengabaikan pengertian ilmu pengetahuan dan cara memperolehnya. Metode pengajaran di pesantren adalah bandhongan atau wetonan dan sorogan. Kedua sistem itu digunakan setelah para santri dianggap telah mampu membaca dengan lancar dan menguasai al-Qur’an. Dalam metode bandhongan ini dilakukan dengan cara kyai/guru membacakan teks-teks kitab yang berbahasa Arab, menerjemahkannya kedalam bahasa lokal, dan sekaligus menjelaskan maksud yang terkandung dalam kitab tersebut.

Baca Lainnya :  Kesehatan Mental

Aspek kognitif yang semua santri menjadi aktif adalah metode pengajaran yang juga menjadi ciri khas pesantren; yaitu sorogan. Metode sorogan adalah semacam metode CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang santri aktif memilih kitab kuning, membacanya, kemudian menerjemahkannya di hadapan kyai, sementara itu kyai mendengarkan bacaan santrinya dan mengoreksi bacaan atau terjemahannya jika diperlukan. Penguasaan kitab kuning juga diasah melalui forum yang biasa disebut musyawarah. Dalam forum ini, para santri membahas atau mendiskusikan suatu kasus didalam kehidupan masyarakat sehari-hari untuk kemudian dicari pemecahannya secara fiqh (yurisprudensi Islam).


Interelasi Pendidikan Pondok Pesantren

Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan keagamaan di Jawa, tempat anak-anak muda bisa belajar dan memperoleh pengetahuan keagamaan yang tingkatnya lebih tinggi. Alasan pokok munculnya pesantren adalah untuk mentransisikan Islam tradisional, karena disitulah anak-anak muda akan mengaji lebih dalam kitab-kitab klasik berbahasa Arab yang ditulis berabad-abad yang lalu. Di Jawa kitab-kitab ini dikenal sebagai kitab kuning. Ada ahli sejarah yang menganggap bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang merupakan kelanjutan dari lembaga pendidikan agama pra-Islam, yang disebut mandala. Mandala telah ada sejak sebelum Majapahit dan berfungsi sebagai pusat pendidikan (semacam sekolah) dan keagamaan. Mandala adalah tempat yang dianggap suci karena disitu tinggal para pendeta atau pertapa yang memberikan kehidupan yang patut dicontoh masyarakat sekitar karena keshalehannya, atau para pendeta yang memberikan pengajaran keagamaan Hindu-Buddha untuk masyarakat. Tokoh sejarawan menyebutkan bahwa pesantren adalah kelanjutan dari lembaga pendidikan masa pra-Islam, yaitu mandala. Pendapat ini didasarkan atas adanya persamaan antara pesantren dengan mandala, yaitu:

  1. Sama-sama memiliki lokasi jauh dari keramaian di pelosok yang kosong.
  2. Lembaga pendidikan keagamaan Hindu mandala dan lembaga pendidikan keagamaan Islam pesantren sama-sama memiliki tradisi ikatan guru-murid.
  3. Menjalin komunikasi antardharma yang juga dilakukan antarpesantren dengan perjalanan rohani atau lelana.
  4. Metode pengajaran dengan sistem melingkar (halaqah)

Memang ada banyak persamaan antara mandala dengan pesantren, tetapi belum berarti bahwa ada hubungan antara keduanya yang terjadi secara paralel melalui status daerah yang ditempati. Pesantren tidak dapat disimpulkan mengambil alih begitu saja dari sistem mandala. Ada beberapa pesantren pada abad ke-18 (Tegalsari di Panarag, Banjarsari dan Sewulan di Madiun) dan ke-19 (Maja Pajang dekat Surakarta dan Melangi dekat Yogyakarta) yang berdiri diatas tanah pemberian raja, namun hal ini bukan berarti penerusan lembaga pendidikan mandala ke pesantren.


Pada masa kerajaan-kerajaan Islam Jawa masih berjaya didaerah pesisir, seperti Gresik, Kudus, Jepara, dan Demak, kemajuan pendidikan Islam memperoleh perhatian penguasa muslim dengan kemajuan perdagangannya. Setelah runtuhnya daerah pantai utara Jawa Tengah dan Jawa Timur ke tangan penguasa Mataram, penyelenggaraan pendidikan tidak memperoleh perhatian dari penguasa lagi. Ditambah dengan kemerosotan ekonomi perdagangan muslim di pesisir yang berpindah menjadi petani di pedalaman. Oleh karena itu, tanggung jawab pendidikan keagamaan Islam memunculkan sumbangan, pembayaran zakat, dan wakaf dari masyarakat, dan lahirlah pesantren-pesantern yang berawal dari upaya ulama bebas yang tergerak pada pendidikan Islam yang lepas dari Keraton Mataram dengan dukungan masyarakat. Diantaranya adalah beliau para ulama yang dahulunya belajar di Makkah dan Madinah. Hal ini memberikan pengaruh pada model penyelenggaraan pendidikan pesantren di Indonesia.


Demikian Penjelasan Materi Tentang Pondok Pesantren : Pengertian, Sejarah, Tujuan, Karakteristik, Materi, Metode dan Interelasi  Semoga Materinya Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi.