Perubahan Makna

Diposting pada

Selamat datang di Pakdosen.co.id, web digital berbagi ilmu pengetahuan. Kali ini PakDosen akan membahas tentang Perubahan Makna? Mungkin anda pernah mendengar kata Perubahan Makna? Disini PakDosen membahas secara rinci tentang pengertian, sebab, jenis, pergeseran, faktor, medan dan hakikat. Simak Penjelasan berikut secara seksama, jangan sampai ketinggalan.

Perubahan Makna

Pengertian Perubahan Makna

Dalam pembicaraan terdahulu sudah disebutkan bahwa makna sebuah kata secara sinkronis tidak akan berubah. Pernyataan ini menyiratkan juga pengertian bahwa kalau secara sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah, maka secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah. Maksudnya, dalam masa yang relatif singkat, tetap sama, tidak berubah. Tetapi dalam waktu relatif lama ada kemungkinan makna kata akan berubah. Ada kemungkinan ini bukan berlaku untuk semua kosakata yang terdapat dalam sebuah bahasa, melainkan hanya terjadi pada sejumlah kata saja, yang disebabkan oleh berbagai faktor.


Sebab-sebab Perubahan Makna

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata yaitu:

1. Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi

Perkembangan dalam bidang ilmu dan kemajuann teknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Di sini sebuah kata yang tadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari pandangan baru, atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam perkembangan teknologi. Perubahan mana kata sastra dan makna ‘tulisan’ sampai pada makna ‘karya imaginatif’ adalah salah satu contoh perkembangan bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai sastra menyebabkan makna kata sastra itu berubah. Pandangan baru atau teori barulah yang menyebabkan kata sastra yang tadinya bermakna buku yang baik isinya dan baik bahasanya ‘menjadi berarti’ karya yang bersifat imaginatif kreatif. Salah satu contohnya adalah kata manuskrip yang pada mulanya berati ‘tulisan tangan’. Kini kata tersebut masih digunakan untuk menyebutkan naskah yang akan dicetak, walaupun hampir tidak ada lagi naskah yang ditulis tangan karena sudah ada mesin tulis (mesin ketik, komputer atau leptop).


2. Perkembangan Sosial dan Budaya

Perkembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan terjadinya peruabahan makna. Di sini sama dengan yang terjadi sebagai akibat perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi, sebuah kata yang pada mulanya bermakna ‘A’, lalu berubah menjadi bermakan ‘B’ atau ‘C’. Jadi, bentuk katanya tetap sama tetapu konsep makna yang dikandungnya sudah berubah. Misalnya kata saudara dalam bahasa Sansekerta bermakna ‘seperut’ atau ‘satu kandungan’. Kini kata saudara, walaupun masih juga digunakan dalam arti ‘orang yang lahir dari kandungan yang sama’ seperti dalam kalimat “Saya mempunyai seorang saudara di sana”, tetapi digunakan juga untuk menyebutkan atau menyapa siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial sama. Misalnya dalam kalimat “Surat saudara sudah saya terima”, atau kalimat “Di mana saudara dilahirkan?”.


3. Perbedaan Bidang Pemakaian

Setiap bidang kehidupan atau kegiatan memiliki kosakata tersendiri yang hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang tersebut. Umpamanya dalam bidang pertanian ada kata-kata benih, menuai, panen, menggarap, membajak, menabur, menanam, pupuk, dan hama. Dalam bidang agama Islam ada kata-kata seperti iman, imam, khotib, azan, halal, haram, subuh, puasa, zakat, dan fitrahi. Kata-kata yang menjadi kosakat dalam bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat terbantu dari bidangnnya dan digunakkan dalam bidang lain atau menjadi kosakat umum. Oleh karena itu, kata-kata tersebut menjadi memiliki makna baru atau makna lain di samping makna aslinya (makna yang berlaku dalam bidangnya).

Baca Lainnya :  Sumber Energi

Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan selaga macam derivasinya, seperti tampak dalam frase menggarap sawah, tanah garapan, dan petani menggarap, kini banyak juga digunakan dalam bidang-bidang lain dengan makna ‘mengerjakan’ seperti tampak digunakan dalam frase menggarap skripsi, menggarap usul para anggota, dan menggarap naskah drama. Kesimpulan lain yang bisa ditarik dari uraian di atas adalah bahwa makna kata yang digunakan bukan dalam bidangnya itu dan makna kata yang digunakan di dalam bidang aslinya masih berada  dalam poliseminya karena makna-makna tersebut masih saling berkaitan atau masih ada persamaan antara makna yang satu dnegan makna yang lainnya.


4. Adanya Asosiasi

Kata-kata yang digunakan di luar bidangnya, seperti diibicarakan di atas masih ada hubungan atau bertautan maknanya dengan makna yang digunakan pada bidang asalnya. Agak berbeda dengan perubahan maknay nag menjadi bagian akibat penggunaan dalam bidang yang lain, di sini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Umpamanya kata amplop yang berasal dari bidang asministrasi atau surat-menyurat, makna asalnya adalah ‘sampul surat’. Ke dalam amplop itu selain biasa dimasukkan surat tetapi bisa pula dimasukkan benda lain, misalnya uang. Oleh karena itu, dalam kalimat “beri saja amplop maka urusan pasti beres’ kata amplop di situ bermakna ‘uang’ sebab amplop yang dimaksud bukan berisi surat atau tidak berisi apa-apa melainkan berisi uang sebagai sogokan.


5. Pertukaran Tanggapan Indra

Kelima alat indra kita sebernanya sudah mempunyai tugas-tugas tertentu untuk menagkap gejala-gelaja yang terjadi di dunia ini. Umpamanya rasa pahit, manis dan lain-lain yang harus oleh alat perasa lidah. Rasa panas, dingin, dan sejuk yang harus ditanggap oleh alat perasa pada kulit. Dan seterusnya pada alat indra yang lainnya seperti mata, hidung dan telinga.


6. Perbedaan Tanggapan

Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang ‘rendah’, kurang menyenangkan. Di samping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang ‘tinggi’, atau yang mengenakkan. Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah ini lazim disebut peyoratif, sedangkan yang nilainya naik menjadi tinggi disebut amelioratif. Kata bini dewasa ini dianggap peyoratif, sedangkan kata istri dianggap ameliorative, kata laki dianggap peyoratif berbeda dengan suami yang dianggap amelioratif.


Jenis-jenis Perubahan Makna

Berikut ini adalah beberapa jenis perubahan makna yaitu:

  • Meluas

Yang dimaksud perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah ‘makna’, tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain. Umpamanya kata “Saudara” pada mulanya hanya bermakna “seperut” atau “sekandungan”. Kemudian maknanya berkembang menjadi ‘siapa saja yang sepertalian darah’. Akibatnya anak paman pun disebut “saudara”. Lebih jauh lagi selanjutnya siapa pun yang masih mempunyai kesamaan asal usul disebut juga saudara.


  • Menyempit

Yang dimaksud dengan perubahan menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Contoh kata “ahli” pada mulanya berarti ‘Orang yang termasuk dalam satu golongan atau keluarga’ seperti dalam frasa ahli waris yang berarti ‘Orang yang termasuk dalam satu kehidupan keluarga’, dan juga ahli kubur  yang berarti ‘orang-orang yang sudah di kubur’. Kini kata ahli sudah menyempit maknanya karena hanya berarti ‘orang yang pandai dalam satu cabang ilmu seperti ahli sejarah, ahli purbakala, ahli bedak dsb.


  • Perubahan Total

Yang dimaksud dengan perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata dan makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautmya dengan makna asal, tetapi sangkut pautnya ini tempatnya sudah jauh sekali. Misalnya, kata ceramah pada mulanya berarti ’cerewet’ atau ‘banyak cakap’ tetapi kini berarti ‘pidato atau uraian’ mengenai suatu hal yang disampaikan di depan orang banyak.

Baca Lainnya :  Ambigu adalah

  • Penghalusan

Gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus, atau lebih sopan daripada yang akan digantikan. Misalnya kata ‘penjara’ atau bui diganti dengan kata ungkapan yang lebih halus menjadi dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan.


  • Pengasaran

Yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Misalnya ungkapan “masuk kotak” dipakai untuk mengganti kata “kalah”.


  • Pertukaran Makna

Kata-kata yang mengalami pertukaran makna dalam hal tanggapan indera akan makna tersebut, seperti kata yang biasa diterima oleh telinga bisa diterima oleh mata dan seterusnya. Misal kata indah sejatinya hanya bisa dirasakan oleh indera penglihatan yang berarti bagus, kini bisa juga diterima oleh indera pendengaran yang berarti merdu.


  • Asosiasi

Asosiasi adalah perubahan makna kata yang terjadi karena persamaan sifat. Asosiasi disebabkan oleh adanya perbedaan penggunaan kata pada suatu masyarakat. Misalnya kata “kursi”, makna kursi yang berarti tempat duduk mengalami asosiasi yang berarti kedudukan, jabatan atau pangkat.


Pergeseran Makna

Makna berkembang dengan melalui perubahan, perluasan, penyempitan, atau pergeseran. Pergeseran makna terjadi pada kata-kata (frase) bahasa indonesia yang disebut eufemisme (melemahkan makna). Caranya dapat dengan mengganti simbolnya (kata, frase) dengan yang baru dan maknanya bergeser, biasanya terjadi bagi kata-kata yang dianggap memiliki makna yang menyinggung perasaan orang yang mengalaminya. Perhatikanlah contoh berikut:

  1. Bui, tahanan, atau tutupan ‘tempat orang ditahan atau dipenjara setelah mendapat putusan hakim untuk menjalani hukuman’, sekarang muncul lembaga pemasyarakatan, dan maknanya bergeser ‘selain tempat untuk menahan terpidana menjadi tempat untuk mengubah tingkah laku terpidana agar kelak dapat diterima kembali oleh masyarakat.
  2. Dipecat, dirasakan terlalu keras, dengan demikian muncul diberhentikan dengan hormat atau dipensiunkan.
  3. Ditahan, dirasakan menyinggung perasaan orang yang mengalaminya dengan pertimbangan tertentu maka muncul dirumahkan dan maknanya bergeser ditahan di rumah bukan tempat tahanan umum.
  4. Sogok-menyogok dirasa terlalu mencolok mata, oleh karena itu muncul pungli (pungutan liar), menyalahgunakan wewenang, komersialisasi jabatan, upeti, dan seterusnya.

Pergeseran makna terjadi di dalam bentuk imperatif seperti pada segera laksanakan yang bergeser maknanya menjadi harap dilaksanakan atau mohon dilaksanakan terjadi eufemisme. Modalitas keharusan yang muncul dengan kontruksi harus untuk prinsip eufemisme, misalnya harus datang menjadi mohon hadir, mohon datang. Kata berpidato atau memberi instruksi dirasakan terlalu kasar dan biasanya diganti dengan memberikan pengarahan, memberikan pembinaan, mengadakan seresehan, dan sebagainya.

Pergeseran makna terjadi pada kata-kata atau frase yang bermakna terlalu menyinggung perasaan orang yang mengalaminya, oleh karena itu kita tidak mengatakan orang sudah tua di depan mereka yang sudah tua bila dirasakan menyinggung perasaan, maka muncullah orang lanjut usia. Demikian pula terjadi pergeseran makna pada kata-kata atau frase berikut:

  • Tuna netra ‘buta’
  • Tuna rungu ‘tuli’
  • Tuna wisma ‘gelandangan’
  • Tuna susila ‘pelacur’
  • Cacat mental ‘orang gila’
  • Pramusiwi ‘pelayan (bayi)’
  • Pramuwisma ‘pelayan (pembantu)’
  • Prmuniaga ‘pelayan toko’
  • Menyesuaikan harga ‘menaikkan harga’
  • Dipetiaskan ‘masuk kotak’, dan seterusnya.

Pemakai bahasan dalam hal ini selalu memanfaatkan potensinya untuk memakai semua unsur yang terdapat di dalam bahasanya. Pemakai bahasa berusaha agar kawan bicara tidak terganggu secara psikologis, oleh karena itu muncul pergeseran makna. Dikatakan pergeseran makna bukan pembatasan makna, karena dengan penggantian lambang (simbol) makna semula masih berkaitan erat tetapi ada makna tambahan (eufemisme) menghaluskan (pertimbangan akibat psikologis bagi kawan bicara atau orang yang mengalami makna yang diungkapkan kata atau frase yang disebutkan).


Faktor yang Memudahkan Perubahan Makna

Berikut ini adalah faktor yang memudahkan perubahan/ pergeseran makna, terdapat pada subbab (c), menurut penulis ada tiga sebab yaitu:

1. Faktor kebetulan

Contoh:

Makna Dahulu Makna Kini
–   rawan = muda, lembut

misalnya: tulang rawan

–   kontestan = pemilihan

perempuan cantik

–   rawan = kekurangan

misalnya: rawan perampokan,

    rawan pencurian, daerah rawan.

–   kontestan = (?) calon peserta

misalnya: kontestan pemilu


2. Faktor kebutuhan baru

Contoh:

Makna Dahulu Makna Kini
–   berlayar = menggunakan perahu

layar untuk bepergian melalui

laut

–   berlayar = bepergian dengan

kapal laut dan pesawat terbang

tetapi tidak menggunakan layar

Baca Lainnya :  Kata Kerja

3. Faktor tabu

Contoh:

Makna Dahulu Makna Kini
ketika orang sedang makan, berpantangan mengucapkan:

–   kakus = (terbayang menjijikkan)

–   harimau = binatang buas di

Hutan

ketika orang sedang makan:

–   kakus diganti dengan kamar

     belakang atau kamar kecil

–   harimau =  diganti dengan nenek

(diucapkan takut bertemu

harimau betulan)


Medan makna

Medan makna adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya nama-nama warna dan nama-nama perkerabatan. Harimurti (1982) menyatakan bahwa medan makna adalah bagian dari sistem semantic bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan. Umpamanya nama-nama warna membentuk medan makna tertentu. Begitu juga dengan nama perabot rumah tangga, istilah olahraga, istilah perkerabatan, pertukangan dan sebagainya. Nama-nama istilah perkerabatan dalam bahasa Indonesia adalah cucu, cicit, piut, bapak/ayah, ibu, kakek, nenek, moyang, buyut, paman, bibi, saudara, kakak, adik, sepupu, kemenakan, istri, suami, ipar, mertua, menantu dan besan. Kata-kata yang terdapat dalam medan makna dapat digolongkan menjadi dua, yaitu yang termasuk golongan kolokasi dan golongan set.

  1. Kolokasi (berasal dari bahasa latin colloco yag berarti ada di tempat yang sama dengan) menunjuk kepada hubu ngan sintagmatik yang terjadi antara unsur-unsur leksikal itu. Misalnya: kata-kata lahar, lereng, puncak, curam dan lembah berada dalam lingkungan mengenai pegunungan.
  2. Set menuju pada hubungan sintagmatik karena kata-kata atau unsur-unsur yang berada dalam suatu set dapat saling menggantikan. Misalnya :remaja merupakan tahap pertumbuhan antara kanak-kanak dengan dewasa. Set paradigmatik: bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, manula.

Hakikat Perubahan Makna

Salah satu aspek yang amat diminati dalam kajian makna ialah perubahan makna dalam bahasa. Oleh sebab bahasa bersifat dinamik, maka perkataan yang menjadi unit asas kepada bahasa, sentiasa mengalami perubahan. Hal ini sudah sejak dahulu diamati oleh para pengkaji bahasa. Menurut mereka, terdapat banyak faktor yang merangsangkan terjadinnya perubahan. Seorang tokoh bernama Aksioma Leibniz bergagasan bahwa ”Alam itu tidak membuat loncatan” arti dari pernyataan ini ialah bahwa alam itu berubah secara perlahan-lahan tidak ada yang langsung mengalami perubahan secara drastis, hal ini sangatlah cocok dengan kajian perubahan makna. Dalam perubahan makna selalu ada asosiasi antara makna lama dan makna baru. Asosiasi merupakan suatu wahana untuk suatu perubahan yang ditentukan oleh sebab-sebab lain, tetapi bagaimanapun jenis suatu asosiasi itu akan selalu mengalami proses. Unsur inilah yang merupakan syarat mutlak untuk perubahan makna semakin kuat asosiasi itu maka semakin mudah makna itu berubah dengan sendirinya. Seperti inilah bagan dari teori asosiasi:

Teori Asosiasi

Asosiasinisme

Medan Asosiatif

Asosianisme merupakan suatu paham dimana paham tersebut memaparkan perubahan makna sebagai hasil asosiasi antara kata-kata yang diisolasikan (berdiri sendiri). Berputarnya waktu menjadikan teori ini menjadi sebuah konsep yang utuh karena adanya tunjungan dari konsep dan prinsip yang ditata secara struktural memunculkan suatu gagasan bahwa kata-kata tunggal telah menjadi satuan-satuan yang lebih luas,ini disebut dengan medan asosiatif. Gabungan dari pendekatan yang terstruktur dari Saussure, filsafat bergson, dan linguis Perancis Leonce Roudet membuat suatu pengelompokkan yang komprehensif dalam hal perubahan makna berdasarkan asosiasi yang melandasinya. Dalam aliran semantik kita mengenal konsep makna sebagai timbal-balik dari nama dan makna, jikalau konteks itu benar maka seharusnya perubahan makna bisa dibagi menjadi dua kategori yang pertama yaitu perubahan makna yang didasarkan atas asosiasi antara makna dengan makna dan perubahan yang melibatkan asosiasi antara nama-nama. Jika kita menerima suatu perbedaan dari dua kategori tersebut dapat kita peroleh dua kategori lagi ialah kesamaan dan kedekatan. Kedekatan ini memiliki arti yang luas, yakni mencakup tiap hubungan asosiatif yang bukan kesamaan. Sebagian kategori tersebut masih bisa dibagi menjadi substansi-substansi yang lebih kecil lagi.


Demikian Penjelasan Materi Tentang Perubahan Makna: Pengertian, Sebab, Jenis, Pergeseran, Faktor, Medan dan Hakikat Semoga Materinya Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi.