Pengertian Qiyas

Diposting pada

Selamat datang di Pakdosen.co.id, web digital berbagi ilmu pengetahuan. Kali ini PakDosen akan membahas tentang Qiyas? Mungkin anda pernah mendengar kata Qiyas? Disini PakDosen membahas secara rinci tentang pengertian, unsur, dalil, syarat, pembagian, tempat dan perbedaan. Simak Penjelasan berikut secara seksama, jangan sampai ketinggalan.

Pengertian Qiyas

Pengertian Qiyas

Secara etimologis kata “qiyas” berarti “qadar” artinya mengukur, membandingkan sesuatu dengan semisalnya. Hasby ash Sidieqy mengartikan qiyas secara bahasa yakni mengukur dan memberi batas. Menurut istilah ahli ushul ialah: “menghubungkan hukum sesuatu pekerjaan kepada yang lain, karena kedua pekerjaaan itu sebabnya sama yang menyebaban hukumnya juga sama”. Redaksi yang berbeda di jelaskan oleh Sulaiman Abdullah mengenai istilah yang disampaikan oleh ahli ushul yakni:”qiyas adalah mempersamakan satu peristiwa hukum yang tidak ditentukan hukumnya oleh nash, dengan peristiwa hukum yang ditentukan oleh nash bahwa ketentuan hukumnya sama dengan hukum yang ditentukan nash.


Unsur-unsur Qiyas

Mengenai hakikat qiyas terdapat empat unsur (rukun) pada setiap qiyas, yaitu:

  1. Suatu wadah atau hal yang telah ditetapkan sendiri hukumnya oleh pembuat hukum. Ini disebut“maqis alaihi” atau “ashal” atau “musyabah bihi”.
  2. Suatu wadah atau hal yang belum ditemukan hukumnya secara jelas dalam nash syara. Ini disebut“maqis”atau”furu”atau”musyabbah”.
  3. Hukum yang disebutkan sendiri pembuat hukum (syari) pada Ashal. Berdasarkan kesamaan ashal itu dengan furu,dalam illatnya para mujtahid dapat menetapkan hukum pada furu . ini disebut hukum ashal.
  4. Illat hukum yang terdapat pada ashal dan terlihat pula oleh mujtahid pada furu.

Dalil Hukum Syara

Dalil Qiyas

Dalam hal penerimaan ulama terhadap qiyas sebagai dalil hukum syara, Muhammad Abu Zahrah membagi tiga kelompok, yaitu:

  • Kelompok jumhur ulama yang menjadikan qiyas sebagai dalil syara. Mereka menggunakan qiyas dalam hal-hal tidak terdapat hukumnya dalam nash al-Quran atau Sunnahdan dalam ijma ulama. Mereka menggunakan qiyas secara tidak berlebihan dan tidak melampui batas kewajaran.
  • Kelompok ulama Zahiriyah dan Syiah Imamiyah yang menolak penggunaan qiyas secara mutlak. Zhahiriyah juga menolak  penemuan illat atas suatu hukum Dan tidak menganggap perlu mengetahui tujuan ditetapkannya suatu hukum syara.
  • Kelompok yang menggunakan qiyas secara luas dan mudah. Merekapun berusaha menggabungkan dua hal yang tidak terlihat kesamaan illat diantara keduanya, kadang-kadang memberi kekuatan yang lebih tinggi kepada qiyas, sehingga qiyas itu dapat membatasi keumuman sebagian ayat Al-quran atau Sunnah.[6]

Dalil yang dikemukakan jumhur ulama dalam menerima qiyas sebagai dalil syara adalah:

Baca Lainnya :  √Otonomi Daerah: Pengertian, Prinsip, Dasar Hukum Serta Tujuannya

1. Dalil Al-Quran

  1. Allah SWT memberi petunjuk bagi penggunaan qiyas dengan cara menyamakan dua hal sebagaimana terdapat dalam surat yasin ayat 78-79

Artinya:”Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang Telah hancur luluh?”Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. dan dia Maha mengetahui tentang segala makhluk.”

  1. Allah menyuruh menggunakan qiyas sebagaiman dipahami dari beberapa ayat al-Quran seperti dalam surat al-Hasr ayat 2
  2. Firman Allah dalam surat an-Nisa ayat ayat 59

2. Dalil Sunnah

  1. Hadis mengenai percakapan Nabi dengan uadz Ibn Jabal saat ia diutus ke Yaman untuk menjadi penguasa disana.
  2. Nabi member petunjuk kepada sahabatnya tentang penggunaan qiyas dengan membandingkan antara dua hal, kemudian mengambil keputusan atas perbandingan tersebut.
  3. Atsar Sahabat

Adapun argumentasi jumhur ulama berdasarkan atsar sahabat dalam penggunaan qiyas adalah;

  • Surat Umar ibn Khatab kepada Abu Musa al-Asyari sewaktu diutus menjadi qadhi di yaman.
  • Para sahabat Nabi banyak menetapkan pedapatnya berdasarkan qiyas. Misalnya contoh yang populer adalah kesepakatan sahabat menggangkat Abu Bakar menjadi khalifah pengganti Nabi.

Syarat-Syarat Qiyas

Berikut ini adalah beberapa syarat-syarat qiyas yaitu:

  1. Maqis alaihi (tempat menqiyaskan sesuatu kepadanya). Syarat-syaratnya
  2. harus ada dalil atau petunjuk yang membolehkan mengqiyaskan sesuatu kepadanya, baik secara nau’I atau syakhsi (lingkungan yang sempit atau terbatas).
  3. harus ada kesepakatn ulama tentang adanya illat pada ashal maqis alaih itu.
  4. Maqis (sesuatu yang akan dipersamakan hukumnya dengan ashal)
  5. illat yang terdapat pada furu memiliki kesamaan dengan illat yang terdapat pada ashal.
  6. harus ada kesamaan antara furu itu dengan ashal dalam hal ilat maupun hukuum baik yang menyangkut ain atau jenis dalam arti sama dalam ain illat atau sejenis illat dan sama dalam ain hokum atau jenis hukum.
  7. Ketetapan pada hukum tidak menyalahi dalil qat’i.
  8. Tidak terdapat penentang hukum lain yang lebih kuat terhadap hukum pada furu dan hukum dalam penentang itu berlawan dengan illat qiyas itu.
  9. Furu itu tidak pernah diatur hukumnya dalam nash tertentu.
  10. Furu itu tidak mendahului ashal dalam keberadaannya.
  11. Hukum Ashal adalah hukum yang terdapat pada suatu wadah maqis alaihi yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash dan hukum itu pula yang akan diberlakukan pada furu. Adapu yang menjadi syarat-syaratnya
  12. Hukum ashal itu adalah hukum syara, karena tujuan qias syari adalah untuk mengetahui hukum syara pada furu.
  13. Hukum ashal itu ditetapkan dengan nash bukan dengan qiyas.
  14. Hukum ashal itu adalah hukum yang tetap berlaku, bukan hukum yang telah di nasakh.
  15. Hukum ashal itu tidak menyimpang dari ketentuan qiyas.
  16. Hukumashal itu harus disepakati oleh ulama.
  17. Dalil yang menetapkan hukum ashal secara langsung tidak menjangkau kepada furu.
  18. Illat adalah sifat yang menjadi kaitan bagi adanya suatu hukum.
Baca Lainnya :  Hak Cipta

Pembagian Qiyas

Pembagian qiyas dapat dilihat dari berbagai segi sebagai berikut:

  • Pembagian qiyas dari segi kekuatan illat yang terdapat pada furu, dibandingkan pada ilat yang terdapat pada ashal.
  • Qiyas awlawi, yaitu qiyas yang berlakunya hukum pada furu lebih kuat dari pemberlakuan hukum pada ashal karena kekuatan illat pada furu.
  • Qiyas musawi, yaitu qiyas yang berlakunya hukum pada furu sama keadannya dengan berlakunya hukum pada ashal karena kekuatan illatnya sama.
  • Qiyas adwan, yaitu yang yang berlakunya hukum pada furu lebih lemah dibandingkan dengan berlakunya hukum pada ashal meskipu qiuas tersebut memenuhi persyaratan.
  • Pembagian qiyas dari segi kejelasan illatnya
  • Qiyas jali, yaitu qiyas yang illlatnya ditetapkan dalam nash bersamaan dengan penetapan hukum ashal atau tidak ditetapkan illat itu dalam nash, namun titik pembedaan antara ashal dengan furu dapat dipastikan tidak ada pengaruhnya.
  • Qiyas khafi, yaitu qiyas yang illatnya tidak disebutkan dalam nash. Maksudnya diistinbatkan dari hukum ashal yang memungkinkan kedudukan illatnya bersifat zhanni.
  • Pembagian qiyas dari segi keserasian illatnya dengan hukum;
  • Qiyas muatsir, yang diibaratkan dengan dua definisi Pertama, qiyas yang illat penghubung antara ashal dan furu ditetapkan dengan nash yang syarih atau ijma. Kedua,qiyas yang ain sifat (sifat itu sendiri) yang menghuubungkan ashaldengan furu itu berpengaruh terhadap ain hukum.
  • Qiyas mulaim, yaitu qiyas yang illat hukum ashal dalam hubungannya dengan hukum haram adalah dalam bentuk munasib mulaim.
  • Pembagian qiyas dari segi dijelaskan atau tidaknya illat pada qiyas itu
  • Qiyas ma’na atau qiyas dalam makna ashal, yaitu qiyas yang meskipun illatnya tidak dijelaskan dalam qiyas namun antar ashal dengan furu tidak dapat dibedakan, sehingga furu itu seolah-olah ashal itu sendiri.
  • Qiyas illat, yaitu qiyas yang illatnya dijelaskan dan illat tersebut merupakan pendorong bagi berlakunya hukum dalam ashal.
  • Qiyas dilalah, yaitu qiyas yang illatnya bukan pendorong bagi penerapan hukum itu sendiri namun ia merupakan keharusan (kelaziman) bagi illat yang memberi petunjuk akan adanya illat.
  • Pembagian qiyas dari segi metode (masalik) yang digunakan dalam ashal dan dalam furu.
  • Qiyas ikhalah, yaitu qiyas yang illat hukumnya ditetapkan melalui metode munasabah dan ikhalah.
  • Qiyas syabah, yaitu qiyas yang hukum ashalnya ditetapkan melalui metode syabah.
  • Qiyas sabru, yaitu qiyas yang illat hukum ashalnya ditetapkan melalui metode sabru wa taqsim.
  • Qiyas thard, yaitu qiyas yang illat hukum ashalnya ditetapkan melalui thard.[9]

Tempat Berlakunya Qiyas

Sebagian ulama diantara Imam Syafi’I berpendapat bahwa qiyas berlaku pada semua hukum syariah, meskipun dalam perkara hudud, kafarat, taqditar (hukum-hukum yang telah ditetapkan) dan hukum-hukum rukhsah, yakni hukum-hukum perkecualian, apabila syarat-syaratnya sudah terpenuhi. Sebab dalil yang mendukung atas kehujjahannya tidak membeda-bedakan antara satu macam hukum dengan hukum-hukum lainnya. Ulama dari golongan Hanafiyah berpendapat bahwa qiyas tidak berlaku pada masalah hudud (pidana yang telah ditetapkan nash). Sebab ia termasuk batas yang telah ditetapkan Allah yang tidak bisa diketahui illatnya oleh akal. Seperti seratus cambukan bagi pezina. Disamping itu ialah karena dapat ditolak atau dihilangkan dengan kesyubhatan (ketidak jelasan terjadinya). Sedangkan qiyas juga subhat, sebab ia menunjukan pada hukum dengan cara dzanny bukan qat’i.

Baca Lainnya :  Pengertian WAN

Maka uqubat yang telah diwajibkan tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil yang qat’i. Adapun soal uqubat yang tidak ditentukan bentuk pidananya, yang disebut dengan “Ta’zir” maka qiyas dalam soal ini dapat berlaku. Demikian menurut kesepakatan para ulama Fiqh. Qiyas juga tidak berlaku dalam soal kafarat. Sebab, kafarat juga berarti uqubat, maka hukumnyapun sama dengan uqubat. Demikian pula qiyas tidak berlaku pada soal rukhsah, sebab ia merupakan hadiah ari Allah SWT, maka tidak berlaku qiyas padanya. Begitu juga qiyas tidak berlaku dalam masalah ibadah. Maka qiyas tidak berlaku pada pokok-pokok ibadah. Dan tidak sah menciptakan ibadah dengan cara mengqiyaskan pada ibadah yang sudah ada ketetapannya. Qiyas juga tidak berlaku pada sesuatu yang akal tidak mengetahui maksud dan tujuannya baik dari segi hukum maupun bagian-bagiannya, sehingga tidak boleh mensyariatkan sesuatu ibadah yang tidak diizinkan Allah SWT.


Perbedaan Antara Ijtihad Dengan Qiyas

Ijtihad mengenai kejadia-kejadian baik yang ada nash, tetapi dzanni wurudnya dan dalalahnya dan yang tak ada nash. Ijtihad yang ada nash dzanni, adalah untuk menentukan apa yang harus kita pahami dan untuk mengetahui apakah itu ‘am atau khas. Dan kalau dia ‘am apakah dia masih tetap ‘am atau mutlaq atau mukayyad. Ijtihad terhadap yang tidak ada nash ialah menetapkan hukumnya dengan jalan qiyas, istihsan, mashlahah mursalah, ataupun dengan dalil yang lain yang dibenarkan syara. Bidang qiyas ialah kejadian-kejadian yang tidak ada nash tetapi terdapat dalam syara, sesuatu pokok untuk diqiyaskan kepadanya. Maka qiyas adalah sesuatu sumber ijtihad, sedang ijtihad itu lebih umum dari pada qiyas. Dan kadang pula ijtihad dengan qiyas dipandang sama. Diantara perbedaan-perbedaan ijtihad dengan qiyas ialah qiyas yidak dapat berlaku dalam bidang ibadah, hudud dan kafarat, sementara ijtihad dapat dilakukan disegala bidang.


Demikian Penjelasan Materi Tentang Pengertian Qiyas : Pengertian, Unsur, Dalil, Syarat, Pembagian, Tempat dan Perbedaan  Semoga Materinya Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi.