Hikayat Adalah

Diposting pada

Selamat datang di Pakdosen.co.id, web digital berbagi ilmu pengetahuan. Kali ini PakDosen akan membahas tentang Hikayat? Mungkin anda pernah mendengar kata Hikayat? Disini PakDosen membahas secara rinci tentang pengertian, ciri, jenis, unsur dan contoh. Simak Penjelasan berikut secara seksama, jangan sampai ketinggalan.

Unsur-Unsur-Hikayat

Pengertian Hikayat

Hikayat adalah salah satu bentuk sastra karya prosa lama yang isinya berupa cerita, kisah, dongeng maupun sejarah. Umumnya mengisahkan tentang kephalawanan seseorang, lengkap dengan keanehan, kekuatan/ kesaktian, dan mukjizat sang tokoh utama.

Asal hikayat ini cerita dalam bahasa Sangsekerta, yang bernama Mahaummagajataka. Cerita itu disalin misalnya ke bahasa Singgala (Sailan) dan Tibet. Dalam bahasa Aceh terkenal dengan nama Medehaka.


Ciri-Ciri Hikayat

  1. Anonim : Pengarangnya tidak dikenal
  2. Istana Sentris : Menceritakan tokoh yang berkaitan dengan kehidupan istana/ kerajaan
  3. Bersifat Statis : Tetap, tidak banyak perubahan
  4. Bersifat Komunal : Menjadi milik masyarakat
  5. Menggunakan bahasa klise : Menggunakan bahasa yang diulang-ulang
  6. Bersifat Tradisional : Meneruskan budaya/ tradisi/ kebiasaan yang dianggap baik
  7. Bersifat Didaktis : Didaktis moral maupun didaktis religius (Mendidik)
  8. Menceritakan Kisah Universal Manusia : Peperangan antara yang baik dengan yang buruk, dan dimenangkan oleh yang baik
  9. Magis : Pengarang membawa pembaca ke dunia khayal imajinasi yang serba indah

Jenis-Jenis Hikayat

Berikut adalah jenis-jenis hikayat, yakni sebagai berikut:


a. Berdasarkan historis (sejarah)

  1. Hikayat berunsur Hindu, yaitu hikayat yang berinduk pada dua hikayat utama,
    yaitu Hikayat Sri Rama dan Mahabharata. Dari dua kisah ini, kemudian berkembang kisah atau hikayat lain, seperti Hikayat Pandawa Lima dan Hikayat Sri Rama.
  2. Hikayat berunsur Hindu-Islam, yaitu hikayat yang terpengaruh unsur Hindu dan Islam. Hikayat ini merupakan hikayat yang berasal dari tradisi Hindu, kemudian diubah sesuai dengan masuknya unsur-unsur Islam. Contohnya adalah Hikayat Jaya Lengkara, Hikayat Si Miskin, dan Hikayat Inderaputera.
  3. Hikayat berunsur Islam, yaitu hikayat yang hanya berunsur Islam dan berasal dari tradisi sastra Arab-Persia. Contohnya adalah Hikayat 1001 Malam (Abunawas), Hikayat Qamar al-Zaman, dan sebagainya.

b. Berdasarkan isinya

Berdasarkan isinya, hikayat dapat digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu sebagai berikut.

  • Jenis rekaan, contohnya Hikayat Malim Dewa.
  • Jenis sejarah, contohnya Hikayat Hang Tuah, Hikayat Pattani, dan Hikayat Raja-Raja Pasai.
  • Jenis biografi, contohnya Hikayat Abdullah dan Hikayat Sultan Ibrahim bin Adam.

Unsur-Unsur Hikayat

Berikut adalah unsur-unsur hikayat, yakni sebagai berikut:


1. Unsur Intrinsik Hikayat

Berikut adalah unsur intrinsik hikayat, yakni sebagai berikut:


  • a) Tema dan Amanat

Tema ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema mayor ialah tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan. Tema minor ialah tema yang tidak menonjol.

Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan menjadi makna niatan dan makna muatan. Makna niatan ialah makna yang diniatkan oleh pengarang bagi karya sastra yang ditulisnya. Makna muatan ialah makana yang termuat dalam karya sastra tersebut.


  • b) Tokoh dan Penokohan

Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokoh bulat (round character).

Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalny6a baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini. Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh introvert dan ekstrovert. Tokoh introvert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh ketidaksadarannya. Tokoh ekstrovert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh kesadarannya. Dalam karya sastra dikenal pula tokoh protagonis dan antagonis. Protagonis ialah tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Antagonis ialah tokoh yang tidak disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya.

Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara penampilan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Cara dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita.

Dialog ialah cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh. Dualog ialah cakapan antara dua tokoh saja. Monolog ialah cakapan batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang terjadi. Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akan terjadi.


  • c) Alur dan Pengaluran

Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian :

(1) Awal, yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.

(2) Tikaian, yaitu terjadi konflik di antara tokoh-tokoh pelaku.

(3) Gawatan atau rumitan, yaitu konflik tokoh-tokoh semakin seru.

(4) Puncak, yaitu saat puncak konflik di antara tokoh-tokohnya.

(5) Leraian, yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan alur mulai terungkap.

(6) Akhir, yaitu seluruh peristiwa atau konflik telah terselesaikan.

Pengaluran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur erat dan alur longggar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur longgar adalah alur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra. Alur ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra.

Dari segi urutan waktu, pengaluran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus. Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bisa menggunakan gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campauran keduanya.


  • d) Latar dan Pelataran

Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi latar material dan sosial. Latar material ialah lukisan latar belakang alam atau lingkungan di mana tokoh tersebut berada. Latar sosial, ialah lukisan tatakrama tingkah laku, adat dan pandangan hidup. Sedangkan pelataran ialah teknik atau cara-cara menampilkan latar.

Baca Lainnya :  Kambium adalah

  • e) Pusat Pengisahan

Pusat pengisahan ialah dari mana suatu cerita dikisahkan oleh pencerita. Pencerita di sini adalah privbadi yang diciptakan pengarang untuk menyampaikan cerita. Paling tidak ada dua pusat pengisahan yaitu pencerita sebagai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita tersebut, biasanya sebagai aku dalam tokoh cerita. Sebagai orang ketiga, pencerita tidak terlibat dalam cerita tersebut tetapi ia duduk sebagai seorang pengamat atau dalang yang serba tahu.


2. Unsur Ekstrinsik Hikayat

Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pasti berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain.


Contoh Hikayat

Berikut adalah beberapa contoh hikayat, yakni sebagai berikut:


PENGEMBARA YANG LAPAR

PENGEMBARA YANG LAPAR

Tersebutlah kisah tiga orang sahabat, Kendi, Buyung dan Awang yang sedang mengembara. Mereka membawa bekalan makanan seperti beras, daging, susu dan buah-buahan. Apabila penat berjalan mereka berhenti dan memasak makanan. Jika bertemu kampung, mereka akan singgah membeli makanan untuk dibuat bekal dalam perjalanan.

Pada suatu hari, mereka tiba di kawasan hutan tebal. Di kawasan itu mereka tidak bertemu dusun atau kampung. Mereka berhenti dan berehat di bawah sebatang pokok ara yang rendang. Bekalan makanan pula telah habis. Ketiga-tiga sahabat ini berasa sangat lapar,

“Hai, kalau ada nasi sekawah, aku akan habiskan seorang,” tiba-tiba Kendi mengeluh. Dia mengurut-ngurut perutnya yang lapar. Badannya disandarkan ke perdu pokok ara.

“Kalau lapar begini, ayam panggang sepuluh ekor pun sanggup aku habiskan,” kata Buyung pula.

“Janganlah kamu berdua tamak sangat dan bercakap besar pula. Aku pun lapar juga. Bagi aku, kalau ada nasi sepinggan sudah cukup,” Awang bersuara.

Kendi dan Buyung tertawa mendengar kata-kata Awang.

“Dengan nasi sepinggan, mana boleh kenyang? Perut kita tersangatlah lapar!” ejek Kendi. Buyung mengangguk tanda bersetuju dengan pendapat Kendi.

Perbualan mereka didengar oleh pokok ara. Pokok itu bersimpati apabila mendengar keluhan ketiga-tiga pengembara tersebut lalu menggugurkan tiga helai daun.

Bubb! Kendi, Buyung dan Awang terdengar bunyi seperti benda terjatuh. Mereka segera mencari benda tersebut dicelah-celah semak. Masing-masing menuju ke arah yang berlainan.

“Eh,ada nasi sekawah!” Kendi menjerit kehairanan. Dia menghadap sekawah nasi yang masih berwap. Tanpa berfikir panjang lalu dia menyuap nasi itu dengan lahapnya.

“Ayam panggang sepuluh ekor! Wah, sedapnya!” tiba-tiba Buyung pula melaung dari arah timur. Serta-merta meleleh air liurnya. Seleranya terbuka. Dengan pantas dia mengambil ayam yang paling besar lalu makan dengan gelojoh.

Melihatkan Kendi dan Buyung telah mendapat makanan, Awang semakin pantas meredah semak. Ketika Awang menyelak daun kelembak, dia ternampak sepinggan nasi berlauk yang terhidang. Awang tersenyum dan mengucapkan syukur kerana mendapat rezeki. Dia makan dengan tenang.

Selepas makan, Awang rasa segar. Dia berehat semula di bawah pokok ara sambil memerhatikan Kendi dan Buyung yang sedang meratah makanannya.

“Urgh!” Kendi sendawa. Perutnya amat kenyang. Nasi di dalam kawah masih banyak. Dia tidak mampu menghabiskan nasi itu. “Kenapa kamu tidak habiskan kami?” tiba-tiba nasi di dalam kawah itu bertanya kepada Kendi.

“Aku sudah kenyang,” jawab Kendi.

“Bukankah kamu telah berjanji akan menghabiskan kami sekawah?” Tanya nasi itu lagi.

“Tapi perut aku sudah kenyang,” jawab Kendi.

Tiba-tiba nasi itu berkumpul dan mengejar Kendi. Kawah itu menyerkup kepala Kendi dan nasi-nasi itu menggigit tubuh Kendi. Kendi menjerit meminta tolong.

Buyung juga kekenyangan. Dia cuma dapat menghabiskan seekor ayam sahaja. Sembilan ekor ayam lagi terbiar di tempat pemanggang. Oleh kerana terlalu banyak makan, tekaknya berasa loya. Melihat baki ayam-ayam panggang itu, dia berasa muak dan hendak muntah. Buyung segera mencampakkan ayam-ayam itu ke dalam semak.

“Kenapa kamu tidak habiskan kami?” tiba-tiba tanya ayam-ayam panggang itu.

“Aku sudah kenyang,” kata Buyung. “Makan sekor pun perut aku sudah muak,” katanya lagi.

Tiba-tiba muncul sembilan ekor ayam jantan dari celah-celah semak di kawasan itu. Mereka meluru ke arah Buyung.

Ayam-ayam itu mematuk dan menggeletek tubuh Buyung. Buyung melompat-lompat sambil meminta tolong.

Awang bagaikan bermimpi melihat gelagat rakan-rakannya. Kendi terpekik dan terlolong. Buyung pula melompat-lompat dan berguling-guling di atas tanah. Awang tidak dapat berbuat apa-apa. Dia seperti terpukau melihat kejadian itu.

Akhirnya Kendi dan Buyung mati. Tinggallah Awang seorang diri. Dia meneruskan semula perjalanannya.

Sebelum berangkat, Awang mengambil pinggan nasi yang telah bersih. Sebutir nasi pun tidak berbaki di dalam pinggan itu.

“Pinggan ini akan mengingatkan aku supaya jangan sombong dan tamak. Makan biarlah berpada-pada dan tidak membazir,” kata Awang lalu beredar meninggalkan tempat itu.

***

Terjemahan (Penceritaan Ulang)   :

Diceritakan kisah tiga orang sahabat yaitu Kendi, Buyung, dan Awang yang sedang mengembara. Mereka membawa bekalan makanan seperti beras, daging, susu, dan buah-buahan. Biasanya, apabila mereka kelelahan, mereka berhenti untuk sekedar beristirahat atau hanya menggenyangkan perut. Jika dalam perjalanan mereka bertemu sebuah desa, biasanya mereka akan singgah membeli makanan untuk bekal perjalanan.

Pada suatu hari, mereka tiba dikawasan hutan belantara. Di kawasan tersebut, mereka tidak menemukan desa atau kampung dalam perjalanan. Mereka berhenti dan beristirahat di bawah sebatang pohon tua yang yang sangat besar dan sangat rindang. Perbekalan makanan mereka sudah habis tak menyisa. Dan ketiga sahabat itu mulai kelaparan.

“Hei, jika ada nasi yang sebanyak kawah pun, aku akan menghabiskannya seorang diri,” tiba-tiba Kendi mengeluh. Dia memegangi perutnya yang sedari tadi belum diisinya. Dan badannya ia sandarkan pada pohon tua yang sangat besar itu.

“Jika aku kelaparan seperti ini, ayam panggang sepuluh ekor pun akan aku habiskan,” kata Buyung pula.

“Kalian tidak boleh berlaku tamak dan membual seperti itu. Aku pun juga kelaparan. Bagiku, nasi sepingan pun sudah cukup untuk mengatasi kelaparanku ini, “ Kata Awang.

Baca Lainnya :  Sistem Ekonomi Campuran

Kendi dan Buyung tertawa mendengar kata-kata yang diucapkan Awang barusan.

“Hanya dengan nasi sepinggan saja, bagaimana bisa perutmu itu bisa kenyang? Padahal kau juga merasakan kelaparan yang sama seperti yang kami derita!”

Dari kejauhan ternyata perbualan mereka tadi didengar oleh pohon tua besar itu. Setelah mendengar keluhan ketiga pengembara tersebut, pohon yang merasa kasihan terhadap mereka itu lalu menggugurkan tiga helai daun miliknya.

Bubb! Terdengar bunyi seperti benda yang terjatuh ditelinga Kendi, Awang, dan Buyung. Mereka langsung mencari-cari asal suara tersebut di dicelah-celah semak. Mereka mencari-cari suara tersebut dari arah yang berlawan-lawanan.

“Wah, ada nasi sekawah!” kata Kendi heran dan menjerit karena ia kaget melihatnya. Dia menghampiri nasi sekawah yang masih beruwap itu. Tanpa berfikir lebih lama, ia memakan nasi tersebut dengan lahapnya.

“Ayam panggang sepuluh ekor! Wah, enaknya!” teriak Buyung dari arah timur. Tiba-tiba air liurnya menetes. Selera makannya muncul seketika. Dengan pasti ia mngambil ayam yang paling besar lalu memakannya dengan lahap.

Melihat Kendi dan Buyung yang telah mendapatkan makanan, Awang berjalan semakin dalam ke arah semak-semak tersebut. Ketika Awang melewati daun kelembak, tampak olehnya sepinggan nasi berlauk terhidang di hadapannya. Awang tersenyum, dan mengucap syukur karena telah mendapat rezeki. Ia memakan nasi sepingan itu dengan tenang.

Selepas makan, Awang merasa kenyang. Ia beristirahat ditempat semula, di bawah pohon tua besar sambil memperhatikan Kendi dan Buyung yang sedang makan dengan lahapnya.

“Urgh!” Kendi bersendawa. Perutnya sangatlah kenyang. Nasi di dalam kawah itu masih tersisa banyak. Ia tidak mampu lagi menghabiskan semua nasi tersebut. “kenapa kamu tidak menghabiskan kami?” tiba-tiba nasi di dalam kawah itu bertanya pada Kendi.

“Aku sudah kenyang,” jawab Kendi

“Bukankah kamu berjanji akan menghabiskan kami sekawah?” tanya nasi itu lagi.

“Tapi perutku sudah kenyang,” jawab Kendi.

Tiba-tiba nasi itu berkumpul dan mengejar Kendi. Kawah itu menyekap kepala Kendi dan nasi-nasi itu menggerogoti tubuh Kendi. Kendi menjerit meminta tolong.

Buyung juga kekenyangan. Ia hanya dapat menghabiskan seekor ayam saja. Sembilan ekor ayam lagi tersisa di tempat pemanggang. Kerena terlalu banyak makan, perutnya berasa mual. Melihat baki ayam-ayam panggang itu saja, ia meresa muak dan hendak muntah. Buyung segera pergi meninggalkan ayam-ayam itu ke dalam semak.

“Kenapa kamu tidak menghabiskan kami?” tiba tiba ayam panggang itu berbicara.

“Aku sundah nenyang.” Kata Buyung. “makan seekorpun aku sudah muak,” katanya lagi

Tiba-tiba muncul Sembilan ekor ayam jantan dari celah-celah semak di tempat itu. Mereka berlari ke arah Buyung.

Ayam-ayam itu mematuk dan mengoyak tubuh Buyung. Buyung melompat-lompat sambil meminta tolong.

Awang bagaikan bermimpi melihat teman-temannya. Kendi terpekik dan terlolong. Buyung melompat-lompat dan berguling-guling di atas tanah. Awang tidak dapat berbuat apa-apa. Ia seperti terpukau melihat kejadian itu.

Akhirnya Kendi dan Buyung mati. Tinggallah Awang seorang diri. Ia meneruskan semua perjalanannya.

Sebelum berangkat, Awang mengambil sepinggan nasi yang telah habis. Sebutir pun tidak menyisa di dalam pinggan itu.

“Pinggan ini akan mengingatkan aku supaya tidak berlaku sombong dan tamak. Makan itu secukupnya jangan berlebihan agar tidak mubazir,” kata Awang lalu ia pergi meninggalkan tempat tersebut.

***

Sinopsis :

Hiduplah 3 orang sahabat yang selalu berkelana. Mereka adalah Kendi, Buyung, dan Awang. Suatu ketika mereka beristirahat di bawah pohon besar untuk melepas peluh dan penat perjalanan. Keadaan mereka sangat payah, kelapar dan kehausan. Buyng dan Kendi yang tidak menerima keadaan tersebut berkeluh kesah, dengan tamaknya mereka berhayal tentang makanan dan berjaji dengan sombongnya akan menghabiskan seluruh makanan tersebut. Awang melerai dan menasihati mereka untuk tidak sombong dan tamak namun mereka menghiraukan nasihat Awang dan malah memaki Awang.

Ternyata sedari tadi pohon yang mereka singgahi mendengarnya. Dengan belas kasihan pohon tua tersebut mengabulkan khayalan mereka. Buyung diberi 10 ayam yang sangat besar, Kendi diberi sekawah nasi, sedangkan Awang diberi sepingan nasi. Mereka memakannya dengan lahap, namun Awang memakannya dengan tenang. Awang menghabiskan seluruh makanannya tanpa sisa, namun Kendi dan Buyung tidak sanggup untuk menghabiskan seluruh makananya. Buyung dan Kendi yang tidak menghabiskan makanananya dikeroyok oleh makanan yang tidak mereka habiskan hingga mereka mati. Buyung dan Kendi mendapat buah pahit akibat perbuatannya mereka yang tamak, somong, dan memubazir makanan. Mengetahui kedaan teman-temannya yang sudah tewas, akhirnya Awang melanjutkan perjalanannya.


Unsur Intrinsik

Tema : Balasan atas Perilaku Buruk


Tokoh dan Penokohan   :

– Buyung (Antagonis) : Berprilaku sombong, berkhayal tinggi, tamak, ingkar janji, tidak mensyukuri takdir dan pemberian dari tuhan, suka mengeluh

– Kendi (Antagonis) : Berprilaku sombong, berkhayal tinggi, tamak, ingkar janji, tidak mensyukuri takdir dan pemberian dari tuhan, suka mengeluh.

– Awang (Protagonis) : Berprilaku baik, tidak sombong, menepati janji, mensyukuri takdir dan pemberian dari tuhan, bersifat baik.

– Pohon tua (Tirtagonis) : Suka berbelas kasih pada semua makhluk, bersifat baik.


Latar (Setting) :

–  Tempat : Di hutan.

–  Waktu : –

–  Suasana : Kelaparan


Alur (Plot) : Maju.

–  Perkenalan         : Paragraf  1

–  Penanjakan         : Paragraf  2 – 7

–  Klimaks            : Paragraf  8 – 13

–  Puncak klimaks     : Paragraf  14 – 23

–  Anti klimaks       : Paragraf  24 – 27


Sudut Pandang (POV) : Orang ketiga diluar cerita/orang ketiga serba tau.


Amanat :

Janganlah membuat janji yang tidak dapat kau tepati apalagi dengan sombongnya kau lontarkan janji tersebut seolah-olah kau dapat menepatinya namun kenyataannya kau tidak dapat menepatinya.


Pesan Moral :

Setiap kata-kata yang terucap harus dapat dikontrol, kita juga tidak di benarkan untuk berkata sombong apalagi berjanji denagn janji yang tidak mungkin dapat kau tepati. Janganlah juga kau menjadi orang yang tamak, karena suatu saat nanti pasti akan ada balasan bagi orang-orang yang memiliki sifat yang buruk.


Unsur Ekstrinsik

Nilai Budaya     : Terlihat bahwa dari jaman dulu kita diharuskan dan diajarkan untuk memiliki sifat dan berprilaku baik.

Nilai Sosial          : Terlihat pada sikap Awang yang sedang menasehati teman-temannya agar tidak berprilaku tamak dan sombong . Berikut kutipannya : “Janganlah kamu berdua tamak sangat dan bercakap besar pula. Aku pun lapar juga. Bagi aku, kalau ada nasi sepinggan sudah cukup,” bagian terjemahan : “Kalian tidak boleh berlaku tamak dan membual seperti itu. Aku pun juga kelaparan. Bagiku, nasi sepingan pun sudah cukup untuk mengatasi kelaparanku ini, “


Hikayat Si Miskin

Si Miskin

Karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan beserta permaisurinya dibuang dari keinderaan sehingga sengsara hidupnya. Itulah sebabnya kemudian ia dikenal sebagai si Miskin.

Baca Lainnya :  Perbedaan Sosial

Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan mencari rezeki berkeliling di Negeri Antah Berantah di bawah pemerintahan Maharaja Indera Dewa. Ke mana mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh penduduk secara beramai-ramai dengan disertai penganiayaan sehingga bengkak-bengkak dan berdarah-darah tubuhnya. Sepanjang perjalanan menangislah si Miskin berdua itu dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari rezeki. Demikian seterusnya.

Ketika isterinya mengandung tiga bulan, ia menginginkan makan mangga yang ada di taman raja. Si Miskin menyatakan keberatannya untuk menuruti keinginan isterinya itu, tetapi istri itu makin menjadi-jadi menangisnya. Maka berkatalah si Miskin, “Diamlah. Tuan jangan menangis. Biar Kakanda pergi mencari buah mempelam itu. Jikalau dapat, Kakanda berikan kepada tuan.”

Si Miskin pergi ke pasar, pulangnya membawa mempelam dan makanan-makanan yang lain. Setelah ditolak oleh isterinya, dengan hati yang sebal dan penuh ketakutan, pergilah si Miskin menghadap raja memohon mempelam. Setelah diperolehnya setangkai mangga, pulanglah ia segera. Isterinya menyambut dengan tertawa-tawa dan terus dimakannya mangga itu.

Setelah genap bulannya kandunga itu, lahirlah anaknya yang pertama laki-laki bernama Marakarmah (=anak di dalam kesukaran) dan diasuhnya dengan penuh kasih saying.

Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak sebagai tempat tinggal, didapatnya sebuah tajau yang penuh berisi emas yang tidak akan habis untuk berbelanja sampai kepada anak cucunya. Dengan takdir Allah terdirilah di situ sebuah kerajaan yang komplet perlengkapannya. Si Miskin lalu berganti nama Maharaja Indera Angkasa dan isterinya bernama Tuan Puteri Ratna Dewi. Negerinya diberi nama Puspa Sari. Tidak lama kemudian, lahirlah anaknya yang kedua, perempuan, bernama Nila Kesuma.

Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan pemurah sehingga memasyurkan kerajaan Puspa Sari dan menjadikan iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di negeri Antah Berantah.

Ketika Maharaja Indera Angkasa akan mengetahui pertunangan putra-putrinya, dicarinya ahli-ahli nujum dari Negeri Antah Berantah.

Atas bujukan jahat dari raja Antah Berantah, oleh para ahli nujum itu dikatakan bahwa Marakarmah dan Nila Kesuma itu kelak hanyalah akan mendatangkan celaka saja bagi orangtuanya.

Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu.

Tidak lama kemudian sepeninggal putra-putrinya itu, Negeri Puspa Sari musnah terbakar.

Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma berlindung di bawah pohon beringin. Ditangkapnya seekor burung untuk dimakan. Waktu mencari api ke kampung, karena disangka mencuri, Marakarmah dipukuli orang banyak, kemudian dilemparkan ke laut. Nila Kesuma ditemu oleh Raja Mengindera Sari, putera mahkota dari Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya menjadi isteri putera mahkota itu dan bernama Mayang Mengurai.

Akan nasib Marakarmah di lautan, teruslah dia hanyut dan akhirnya terdampar di pangkalan raksasa yang menawan Cahaya Chairani (anak raja Cina) yang setelah gemuk akan dimakan. Waktu Cahaya Chairani berjalan –jalan di tepi pantai, dijumpainya Marakarmah dalam keadaan terikat tubuhnya. Dilepaskan tali-tali dan diajaknya pulang. Marakarmah dan Cahaya Chairani berusaha lari dari tempat raksasa dengan menumpang sebuah kapal. Timbul birahi nahkoda kapal itu kepada Cahaya Chairani, maka didorongnya Marakarmah ke laut, yang seterusnya ditelan oleh ikan nun yang membuntuti kapal itu menuju ke Palinggam Cahaya. Kemudian, ikan nun terdampar di dekat rumah Nenek Kebayan yang kemudian terus membelah perut ikan nun itu dengan daun padi karena mendapat petunjuk dari burung Rajawali, sampai Marakarmah dapat keluar dengan tak bercela.

Kemudian, Marakarmah menjadi anak angkat Nenek Kebayan yang kehidupannya berjual bunga. Marakarmah selalu menolak menggubah bunga. Alasannya, gubahan bunga Marakarmah dikenal oleh Cahaya Chairani, yang menjadi sebab dapat bertemu kembali antara suami-isteri itu.

Karena cerita Nenek Kebayan mengenai putera Raja Mangindera Sari menemukan seorang puteri di bawah pohon beringin yang sedang menangkap burung, tahulah Marakarmah bahwa puteri tersebut adiknya sendiri, maka ditemuinyalah. Nahkoda kapal yang jahat itu dibunuhnya.

Selanjutnya, Marakarmah mencari ayah bundanya yang telah jatuh miskin kembali. Dengan kesaktiannya diciptakannya kembali Kerajaan Puspa Sari dengan segala perlengkapannya seperti dahulu kala.

Negeri Antah Berantah dikalahkan oleh Marakarmah, yang kemudian dirajai oleh Raja Bujangga Indera (saudara Cahaya Chairani).

Akhirnya, Marakarmah pergi ke negeri mertuanya yang bernama Maharaja Malai Kisna di Mercu Indera dan menggantikan mertuanya itu menjadi Sultan Mangindera Sari menjadi raja di Palinggam Cahaya.


Unsur Intrinsik dalam hikayat Si Miskin

Tema :Kunci kesuksesan adalah kesabaran. Perjalanan hidup seseorang yang mengalami banyak rintangan dan cobaan.

Alur : Menggunakan alur maju, karena penulis menceritakan peristiwa tersebut dari awal permasalahan sampai akhir permasalahan.


Setting/ Latar :

-Setting Tempat : Negeri Antah Berantah, hutan, pasar, Negeri Puspa Sari, Lautan, Tepi Pantai Pulau Raksasa, Kapal, Negeri Palinggam Cahaya.

-Setting Suasana : tegang, mencekam dan Ketakutan, bahagia, menyedihkan,

Sudut Pandang Pengarang : orang ketiga serba tahu.


Amanat :

– Seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang adil dan pemurah.

– Janganlah mudah terpengaruh dengan kata-kata oran lain.

– Hadapilah semua rintangan dan cobaan dalam hidup dengan sabar dan rendah hati.

– Jangan memandang seseorang dari tampak luarnya saja, tapi lihatlah ke dalam hatinya.

– Hendaknya kita dapat menolong sesama yang mengalami kesukaran.

– Janganlah kita mudah menyerah dalam menghadapi suatu hal.

– Hidup dan kematian, bahagia dan kesedihan, semua berada di tanan Tuhan, manusia hanya dapat menjalani takdir yang telah ditentukan.


Unsur Ekstrinsik dalam Hikayat Si Miskin

  1. Nilai Moral

Kita harus bersikap bijaksana dalam menghadapi segala hal di dalam hidup kita.

Jangan kita terlalu memaksakan kehendak kita pada orang lain.

  1. Nilai Budaya

Sebagai seorang anak kita harus menghormati orangtua.

Hendaknya seorang anak dapat berbakti pada orang tua.

  1. Nilai Sosial

Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.

Hendaknya kita mau berbagi untuk meringankan beban orang lain.

  1. Nilai Religius

Jangan mempercayai ramalan yang belum tentu kebenarannya.

Percayalah pada Tuhan bahwa Dialah yang menentukan nasib manusia.

  1. Nilai Pendidikan

Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.

Jangan mempercayai ramalan yang belum tentu kebenarannya.


Demikian Penjelasan Materi Tentang Unsur-Unsur Hikayat : Pengertian, Ciri Jenis dan Contoh Semoga Materinya Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi.