Selamat datang di Dosen.co.id, web digital berbagi ilmu pengetahuan. Kali ini PakDosen akan membahas tentang Dekrit Presiden 5 Juli 1959? Mungkin anda pernah mendengar kata Dekrit Presiden 5 Juli 1959? Disini PakDosen membahas secara rinci tentang pengertian, latar belakang, isi, tujuan, dampak, alasan, pengaruh, tempat, dasar dan sistem. Simak Penjelasan berikut secara seksama, jangan sampai ketinggalan.
Pengertian Dekrit
Dekrit / dekret berasal dari bahasa latin decernere yang berarti mengakhiri, memutuskan atau menentukan. Dekrit adalah perintah yang dikeluarkan oleh kepala negara maupun pemerintahan dan memiliki kekuatan hukum. (id. Wikipedia.org). Dekrit biasanya dikeluarkan dalam keadaan darurat tanpa status hukum yang pasti. Tujuan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah Negara yang semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara.
Latar Belakang Dekrit Presiden
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlatar belakang sebab terjadinya kehampaan badan Konstituante untuk memustukan Undang-Undang Dasar baru sebagai penerus dari Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950. Peserta konstituante mulai melaksanakan kongres pada tanggal 10 November 1956, namun sampai pada tahun 1958 konstituante belum juga berbuah hasil dalam Undang-Undang Dasar yang dimohonkan. Sedangkan itu, golongan masyarakat yang beranggapan untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 kian kuat. Menjawab kondoso tersebut, Presiden Indonesia pertama Ir.Soekarno kemudian memberi nasihat di depan kongres konstituante pada tanggal 22 April 1959 yang isinya mengusulkan untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Pada tahun 30 Mei 1959, Konstituante melaksanakan pemungutan suara.
Berikut ini isi latar belakang dari dekrit presiden, yaitu sebagai berikut:
- Kehampaan konstituante dalam kehampaan Undang-Undang Dasar sehingga Indonesia tertarik ke jurang perpecahan dampak dari kehampaan konstituante tersebut.
- Indonesia tidak mempunyai tumuan asas yang mantap.
- Kondisi politik yang kian berantakan dan inferior.
- Terganjalnya konsistensi nasional dampak dari pertikaian antar partai politik.
- Banyaknya partai dalam kongres yang mempunyai opini berbeda dan selalu berupaya melegalkan seluruh cara supaya tujuan partai politiknya terpenuhi.
- Undang-Undang Dasa yang sebagai implementasi pemerintah belum berbuah hasil dibuat, sementara Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dengan metode pemerintahan demokrasi liberal diibaratkan tidak sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia.
- Berlangsungnya erlawanan yang mengarah ke aksi otonomi.
Isi Dekrit Presiden
Berikut dibawah ini isi dari dekrit presiden pada tanggal 5 Juli 1959, sebagai berikut:
Tujuan Dekrit Presiden
Tujuan latar belakang Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 ialah untuk menanggulangi persoalan yang berlangsung di Indonesia yang kian memburuk dan tidak teratur serta untuk melindungi negara.
Dampak Berlangsungnya Dekrit Presiden
Berikut ini terdapat 2 dampak berlangsungnya dekrit presiden, yakni sebagai berikut:
1. Dampak Positif
- Menyampaikan petunjuk yang kongkret yakni Undang-Undang Dasar 1945 bagi kesinambungan negara.
- Melindungi negara dari konflik dan ketegangan politik yang berkelanjutan.
- Membuka penciptaan badan tertinggi negara yakni MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan badan tinggi negara DPAS (Defense Priorities and Allocations System) yang selama era demokrasi parlementer terhenti.
2. Dampak Negatif
- Menyampaikan kedaulatan besar kepada presiden, MPR (Majelis Permusyawaratan Rakya) dan juga badan tertinggi negara.
- Menyampaikan harapan pada militer untuk berpartisipasi ke dunia politik.
- Undang-Undang Dasar 1945 kelihatan tidak dilaksanakan secara bersih dan bertanggung jawab karena Undang-Undang Dasar 1945 yang seharusnya sebagari asas hukum konstitusional pengelolaan pemerintahan hanya menjadi semboyan saja.
Alasan dikeluarkannya Dekrit Presiden
Berikut ini adalah beberapa alasan-alasan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yaitu:
- Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.
- Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
- Situasi politik yang kacau dan semakin buruk.
- Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.
- Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional
- Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat sementara sulit sekali untuk.
- Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai.
Pengaruh Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dekrit presiden 5 Juli 1959 mendapat dukungan dari masyarakat. Kepala Staf Angkatan Darat memerintahkan kepada segenap anggota TNI untuk melaksanakan dan mengamankan dekrit tersebut. Mahkamah Agung membenarkan dekrit tersebut. DPr dalam sidangnya pada 22 Juli 1959 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk terus bekerja dengan berpedoman kepada UUD 1945.
-
Pembentukan Lembaga Negara Setelah Dekrit 5 Juli 1959
Setelah dikeluarkan dekrit presiden, maka Konstituante resmi dibubarkan. Selanjutnya presiden membentuk lembaga – lembaga Negara sebagai berikut :
1. Pembentukan MPRS
Presiden Soekarno membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) melalui Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Keanggotaan MPRS terdiri atas anggota – anggota DPR sebanyak 261 orang, utusan daerah 94 orang, dan wakil golongan sebanyak 200 orang.
2. Pembentukan DPAS
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penpres Nomor 3 tahun 1959. Anggota DPAS diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan jumlah anggota DPAS sebanyak 45 orang.
3. Pembentukan DPR-GR
Melalui Penpres No. 4 Tahun 1960, pemerintah membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR – GR). Parlemen ini dibentuk menggantikan DPR hasil pemilu tahun 1955 yang dibubarkan sejak 5 Maret 1960.
-
Manifesto Politik Republik Indonesia
Pada tanggal 17 Agustus 1959, Presiden Soekarno berpidato dengan judul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Pidato ini terkenal dengan sebutan “Manifesto Politik Republik Indonesia” (MANIPOL). Manifesto ini kemudian oleh DPAS dan MPRS dijadikan sebagai Garis – garis Besar Haluan Negara. Menurut Soekarno, inti dari Manipol adalah Undang – Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Kelima inti manipol ini sering disingkat USDEK. Dengan demikian, sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan bernegara baik dalam bidang politik, ekonomi maupun social budaya. Dalam bidang politik, semua lembaga Negara harus berintikan Nasakom, yakni ada unsur Nasionalis, Agama dan Komunis. Dalam bidang ekonomi, pemerintah menerapkan ekonomi terpimpinnya. Sedangkan dalam bidang social budaya, pemerintah melarang budaya – budaya berbau Barat yang dianggap sebagai bentuk penjajahan baru atau Neo Kolonialis dan Imperialisme (Neokolim).
-
Demokrasi Terpimpin
Menurut id.wikipedia.org, demokrasi terpimpin adalah sebuah system demokrasi dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara, kala itu Presiden Soekarno. Demokrasi terpimpin muncul seiring keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Tap MPRS Nomor VIII/MPRS/1959. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menjadi akhir dari Demokrasi Liberal dan awal bagi Demokrasi Terpimpin di Indonesia. Dalam hal ini, Demokrasi Terpimpin diharapkan mampu mengatasi berbagai persoalan yang ada pada masa Demokrasi Liberal. Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965), politik luar negeri Indonesia lebih banyak mengarah kepada politik konfrontasi. Politik konfrontasi ditujukan kepada negara – negara kapitalis, yaitu Amerika Serikat dan Eropa Barat. Politik ini kemudian dianggap bertentangan dengan politik luar negeri Indonesia Bebas Aktif. Kebijakan – kebijakan politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin selain bertentangan dengan politik bebas aktif, juga dianggap menguntungkan PKI. Kebijakan yang dianggap menyimpang dari politik bebas aktif antara lain adanya pandangan tentang kekuatan yang saling berlawanan yaitu Oldefo dan Nefo, yang dalam hal ini memposisikan Indonesia masuk kedalam kelompok Nefo. Selain itu Indonesia juga menggunakan politik mercusuar dan membentuk poros Jakarta – Peking.
Tempat Pembacaan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka pada hari Minggu 5 Juli 1959 pukul 17.00 waktu Jawa.
Dasar Hukum Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Berikut ini adalah dasar hukum dekrit presiden 5 Juli 1959 yaitu:
- Tidak ada dasar yuridisnya dalam UUDS 1950, maupun UUD 1940
- Dasarnya “STAATS NOOD RECHT”, yaitu Hukum Darurat Ketatanegaraan
- STAATS NOOD RECHT ada dua, yaitu STAATS NOOD RECH yang subjektif dan STAATS NOOD RECHT yang objektif
- STAATS NOOD RECHT yang subjektif adalah suatu keadaan darurat dalam suatu negara sehingga memberikan kewenangan kepada penguasa untuk mengambil tindakan yang luar biasa bahkan tindakan tersebut bleh melanggar HAM dan UUD
- STAATS NOOD RECH yang objektif adalah suatu keadaan darurat dalam suatu negara sehingga memberikan kewenangan kepada penguasa untuk mengambil tindakan yang luar biasa sepanjang tindakan tersebut tidak melanggar HAM dan UUD
- Dasar Hukum Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah (Kepentingan rakyat adalah hukum yang tertinggi)
- STAATS NOOD RECHT YANG SUBJEKTIF
- SALLUS POPULI SEPREME LEXESTO
Sistem Pemerintahan Setelah Dekrit Presiden
PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutuan konsepsi yaitu antara nasionalisme, agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan NASAKOM. Antara tahun 1959 dan tahun 1965, Amerika Serikat memberikan 64 juta dollar dalam bentuk bantuan militer untuk jendral-jendral militer Indonesia. Menurut laporan di “Suara Pemuda Indonesia”: Sebelum akhir tahun 1960, Amerika Serikat telah melengkapi 43 batalyon angkatan bersenjata. Tiap tahun AS melatih perwira-perwira militer sayap kanan. Di antara tahun 1956 dan 1959, lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telah dilatih di AS, dan ratusan perwira angkatan rendah terlatih setiap tahun.
Kepala Badan untuk Pembangunan Internasional di Amerika pernah sekali mengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja, bukan untuk mendukung Sukarno dan bahwa AS telah melatih sejumlah besar perwira-perwira angkatan bersenjata dan orang sipil yang mau membentuk kesatuan militer untuk membuat Indonesia sebuah “negara bebas”. Di tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan penuh dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap perlawanan penduduk adat. Era “Demokrasi Terpimpin”, yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
Demikian Penjelasan Materi Tentang Dekrit Presiden: Pengertian, Latar Belakang, Isi, Tujuan, Dampak, Alasan, Pengaruh, Tempat, Dasar dan Sistem Semoga Materinya Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi.