Daftar Pemberontakan Di Indonesia

Diposting pada

Selamat datang di Dosen.co.id, web digital berbagi ilmu pengetahuan. Kali ini PakDosen akan membahas tentang Pemberontakan Di Indonesia? Mungkin anda pernah mendengar kata Pemberontakan Di Indonesia? Disini PakDosen membahas secara rinci tentang 11 daftar pemberontakan di Indonesia. Simak Penjelasan berikut secara seksama, jangan sampai ketinggalan.

4 Daftar Pemberontakan Di Indonesia Setelah Merdeka

Sejak proklamasi Kemerdekaan Indonesiah pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai dengan pelaksanaan demokrasi liberal [1950-1959] kondisi keamanan dalam negeri Indonesia belum stabil. Berbagai macam pergolakan muncul di daerah yang ingin meruntuhkan negara Indonesia. Berikut beberap pemberontakan yang muncul di beberapa daerah adalah sebagai berikut:

1. Pemberontakan APRA di Jawa Barat

Kalangan KNLI membentuk gerakan Angkatan perang Ratu Adil [APRA]. Gerakan ini dipimpin oleh Kapten Westerling yang merupakan mantan tentara KNLI. Pada tanggal 23 Januari 1950, APRA merebut tempat-tempat penting di Bandung seperti markas Divisi Siliwangi, dan membunuh setiap anggota TNI yang mereka temui di jalan, termasuk letnan Kolonel Lembong. Bahkan Westerling berencana menyerang Kabinet RIS dan membunuh beberapa orang menteri, seperti menteri pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sekjen kementrian pertahanan Mr. Ali Budiarjo, dan pejabat Kepala Staf Angkatan perang kolonel T.B. Simatupang.

Pada April 1950 Sultan Abdul Hamid II dari pontianak yang merupakan kepala negara di kalimantan Barat dan mentri tanpa portofolio di kabinet RIS ditangkap karena dituduh sebagai dalam negara gerakan APRA dan Westerling berhasil melarikan diri ke luar negeri.


2. Pemberontakan Andi Aziz

Andi Aziz adalah mantan letnan Ajunda Wali Negara-Negara Indonesia Timur [NIT] Tjokorde Gede Sukawati yang telah tergabung dalam APRIS dengan pangkat kapten pada tanggal 30 Maret 1950. pada tanggal 5 April 1950, pasukan Andi Aziz meyerbu dan menduduki markas APRIS di Makassar.Mereka Menuntut agar pasukan APRIS dan KNLI  saja yang bertanggung jawab terhadap keamanan NIT. Mereka beranggap bahwa RIS tidak memedulikan keinginan anggota KNLI di Makassar untuk menjadi TNI yang tidak diintegrasikan dengan pasukan-pasukan TNI di Jawa. selain itu, Andi Aziz dan pasukanya juga menginginkan agar NIT tetap pertahankan.

Dalam menghadapi tuntutan tersebut, pemerintah mengeluarkan ultimatum yang mengaruskan Andi Aziz mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun, ultimatum tersebut tidak diharuskan oleh Andi Aziz dan pasukannya. Pemerintah akhirnya bertindak tegas dan mengirimkan pasukan EKspedisi ke Makassar yang dipimpin oleh Kolonel Alex kawilarang, yang di dahului oleh Batalion Worang yang telah mendarat pada 18 April 1950.

Ahirnya Andi Aziz menyerahkan diri pada akhir April 1950. Namun demikian, pertempuran terus berlangsung  antara pasukan APRIS dengan pasukan KNLI dan pertempuran baru dapat diatasi pada bulan Agustus 1950 dan pada tahun 1953 Andi Aziz dijatuhi hukuman lima belas tahun penjara oleh pengadilan militer Yogyakarta.


3. Berdirinya Republik Maluku Selatan

pada tanggal 25 APRIL 1950 di Ambon diproklamasikan berdirinya replubik Maluku Selatan [RMS]. RMS diprolamasikan oleh Mr. Dr. Ch. R.S. Soumokil, mantan jaksa Agung Negara Indonesia Timur. Soumokil sebenaranya telah terlibat di dalam petualangan Andi Aziz Akibat kegagalan gerakan itu, ia melarikan diri ke Maluku Tengah dan menjadikan Ambon sebagai pusat kegiatan.

Soumokil berani mendirikan RMS karena mendapat bantuan penuh dari pihak Belanda dan KNLI yang berada di Ambon. Pemerintah RIS di Jakarta ingin menyelesaikan persoalan itu secara damai sehingga dikirimlah misi perdamaian ke Ambon yang dipimpin oleh Dr.leimena. Akan tetapi, pihak pemberontak tidak mau berunding. Akhirny, pemerintah terpaksa menggunakan kekuatan militer untuk menumpas para pemberontak. kota Ambon dikepung oleh tentara APRIS di bawah komando letnan kolonsel Slamet Riyadi. Pada saat pasukan APRIS berusaha merebut Benteng New Victori, letkol Slamet Riyadi gugur dalam pertempuran tersebut. Walaupun komandannya tewas, para prajurit APRIS terus maju menyerbu hingga Benteng New victoria berhasil direbut dan kota Ambon diduduki.

Sebagai tentara RMS yang tidak mau menyerah melarikan diri ke hutan dan menyusup masuk ke pulau seram. Operasi militer yang dilakukan APRIS terus berlanjut hingga akhirnya pertempuran sengit tersebut dapat direndam pada 8 November 1950. Pada bulan November 1963, Dr. Soumokil berhasil menyelamatkan diri, akhirnya ditangkap dan dibawa kejakarta diadil oleh Mahkamah Militer dengan dijatuhi hukuman mati pada tahun 1964.


4. Pemberontakan PRRI atau Persemesta

Selama munculnya berbagai pemberontakan di daerah-daerah tertentu timbul pula pergolokan hebat. Pokok persoalanya adalah adanya rasa tidak puas dan tidak percaya kepada pemerintah pusat. Mereka melakukan gerakan yang melawan hukum, antara lain dengan mendirikan berbagai dewan seperti berikut:

  1. Dewan Banteng di sumatra Barat yang dipimpin oleh letna kolonel Achmad Husein.
  2. Dewan Manguni di sulawesi Utara ytang dipimpin oleh letnan kolonel Vince samuel.
  3. Dewan Gajah di sumatra Utara yang dipimpin oleh kolonel Malaudin Simnolon.
  4. Dewan Garuda di sumatra Selatan, pendirinya adlah golongan politik tertentu yang didukung letna kolonel Barlian dan aktivitasnya dipimpin oleh Mayor Nawawi.
Baca Lainnya :  Hutan Mangrove adalah

Pemerintah berusaha menyelaikan persoalan di daerah-daerah secara damai, namun mereka tetap berkeinginan memisahkan diri dari pemerintah pusat. Pada tanggal 10 Febuari 1958 ketua dewan Banteng letnan kolonel Achmad Husein mengeluarkan ultimatum agar kabinet juanda mengunduhkan diri secepatnya. karena ultimatumnya tidak ditanggapi pemerintah pusat,Pada tanggal 15 Febuari 1958, letnan kolonel Achmad Husein segera memproklamasikan berdirinya pemerintah revolusioner Republik Indonesia [PRRI] dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai perdana mentri. pusat kedudukan PRRI berada di Bukittinggi.

Pemerintah bertindak tegas menghadapi berbagai pemberontakan itu. Komando Daerah Militer Sumatra Tengah segera dibekukan,letna kolonel Achmad Husein dan kawan-kawanya dipecat dengan tidak hormat dari dinas militer.

Oleh karena usaha penyelesaian secara damai tidak berhasil, pemerintah terpaksa menggunakan operasi. Operasi penumpasan pemberontakan PRRI diberi nama sandi Operasi 1 Agustus yang dipimpin kolonel Ahmad Yani.

Secara bertahap pasukan pemerintah berhasil merebut kota-kota yang dikuasai PRRI. pada tanggal 4 mei 1958 pusat pertahanan para pemberontak di Bukittinggi dapat direbut dan sisa-sisa pasukanya dapat dihancurkan.

pergolokan juga terjadi Sulawesi Utara. pada tanggal 17 Febuari 1958, letnan kolonel D.J. Somba sebagai komandan komando Daerah militer Sulawesi Utara dan Tengah [KDMSUT] memuntuskan hubungan dengan pemerintah pusat. Ia menyatakan berdirinya gerakan perjuaangan rakyat semesta [permesta],dan dengan terang-terangan mendukung PRRI.

Operasi militer segera dilakukan dengan diberi sandi Operasi saptamarga dan Operasi Merdeka. Operasi militer ini dipimpin letna kolonel Rukmito Hendraningrat. Operasi militer yang dilancarkan sejak April Agustus 1958 berhasil menghancurkan para pemberontak permesta. pemberontakan permesta mendapat bantuan dari kekuatan asing, seperti Amerika serikat dan negara-negara Barat. Hal ini dibuktikan dengan serangan udara yang dilakukan pilot berkebangsaan Amerika serikat, Allian pope. Namun, pesawat yang dikemudikannya berhasil ditembak jatuh oleh pasukan APRI Adan AURI.


5. Peristiwa Madiun/PKI

Pemberontakan ini terjadi pada tahun 1948 ini merupakan pengkhianatan terhadap bangsa Indonesia ketika sedang berjuang melawan Belanda yang berupaya menanamkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Pemimpin pemberontakan ini di antaranya adalah Amir Syarifuddin dan Musso. Amir Syarifudin adalah mantan Perdana Menteri dan menandatangani Perjanjian Renville. Ia merasa kecewa karena kabinetnya jatuh kemudian membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada tanggal 28 Juni 1948 dan melakukan pemberontakan di Madiun. Sedangkan Musso adalah Tokoh PKI yang pernah gagal melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1926. Setelah gagal ia melarikan diri ke luar negeri. Selanjutnya ia pulang ke Indonesia bergabung dengan Amir Syarifuddin untuk mengadakan propaganda-propaganda anti pemerintah di bawah pimpinan Sukarno-Hatta.
Front Demokrasi Rakyat (FDR) ini didukung oleh Partai Sosialis Indonesia, Pemuda Sosialis Indonesia, PKI, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Kelompok ini seringkali melakukan aksi-aksinya antara lain:
  1. Melancarkan propaganda anti pemerintah
  2. Mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi para buruh di perusahaan misalnya di pabrik karung di Delanggu Klaten.
  3. Melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya dalam bentrokan senjata di Solo tanggal 2 Juli 1948, Komandan Divisi LIV yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh. Pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang 1945, Dr. Moewardi diculik dan dibunuh.
Aksi pengacauan di Solo yang dilakukan PKI ini selanjutnya meluas dan mencapai puncaknya pada tanggal 18 September 1948. PKI berhasil menguasai Madiun dan sekitarnya seperti Blora, Rembang, Pati, Kudus, Purwadadi, Ponorogo, dan Trenggalek. PKI mengumumkan berdirinya “Soviet Republik Indonesia.” Setelah menguasai Madiun para pemberontak melakukan penyiksaan dan pembunuhan besar-besaran. Pejabat-pejabat pemerintah, para perwira TNI dan polisi, pemimpin-pemimpin partai, para ulama, dan tokoh-tokoh masyarakat banyak yang menjadi korban keganasan PKI. Pemberontakan PKI di Madiun ini bertujuan meruntuhkan pemerintah RI yang berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945 yang akan diganti dengan pemerintahan yang berdasar paham komunis. Kekejaman PKI ketika melakukan pemberontakan pada tanggal 18 September 1948 tersebut mengakibatkan kemarahan rakyat. Oleh karena itu pemerintah bersama rakyat segera mengambil tindakan tegas terhadap kaum pemberontak. Dalam usaha mengatasi keadaan, Pemerintah mengangkat Kolonel Gatot Subroto sebagai Gubernur Militer Daerah Istimewa Surakarta dan sekitarnya, yang meliputi Semarang, Pati, dan Madiun.

Panglima Jenderal Sudirman segera memerintahkan kepada Kolonel Gatot Soebroto di Jawa Tengah dan Kolonel Soengkono di Jawa Timur agar mengerahkan kekuatan kekuatan TNI dan polisi untuk menumpas kaum pemberontak. Karena Panglima Besar Jenderal Sudirman sedang sakit maka pimpinan operasi penumpasan diserahkan kepada Kolonel A. H. Nasution, Panglima Markas Besar Komando Jawa (MBKD). Walaupun dalam operasi penumpasan PKI Madiun ini menghadapi kesulitan karena sebagian besar pasukan TNI menjaga garis demarkasi menghadapi Belanda, dengan menggunakan dua brigade kesatuan cadangan umum Divisi III Siliwangi dan brigade Surachmad dari Jawa Timur serta kesatuan-kesatuan lainnya yang setia kepada negara Indonesia maka pemberontak dapat ditumpas. Pada tanggal 30 September 1948 seluruh kota Madiun dapat direbut kembali oleh TNI. Musso yang melarikan diri ke luar kota dapat dikejar dan ditembak TNI. Sedangkan Amir Syarifuddin tertangkap di hutan Ngrambe, Grobogan, daerah Puwadadi dan dihukum mati. Akhirnya pemberontakan PKI di Madiun dapat dipadamkan meskipun banyak memakan korban dan melemahkan kekuatan pertahanan RI.

Baca Lainnya :  Sumber Daya Alam

6. Pemberontakan DI / TII di Jawa Barat

Pada tanggal 7 Agustus 1949 di suatu desa di Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia. Gerakannya dinamakan Darul Islam (DI) sedang tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan ini dibentuk pada saat Jawa Barat ditinggal oleh pasukan Siliwangi yang berhijrah ke Yogyakarta dan Jawa Tengah dalam rangka melaksanakan ketentuan dalam Perundingan Renville. Usaha untuk menumpas pemberontakan DI/TII ini memerlukan waktu yang lama disebabkan oleh beberapa faktor, yakni :
  • Medannya berupa daerah pegunungan-pegunungan sehingga sangat mendukung pasukan DI/TII untuk bergerilya
  • Pasukan Kartosuwiryo dapat bergerak dengan leluasa di kalangan rakyat
  • Pasukan DI /TII mendapat bantuan dari beberapa orang Belanda, antara lain pemilik-pemilik perkebunan dan para pendukung negara Pasundan
  • Suasana politik yang tidak stabil dan sikap beberapa kalangan partai politik telah mempersulit usaha-usaha pemulihan keamanan.
Selanjutnya dalam menghadapi aksi DI/TII pemerintah mengerahkan pasukan TNI untuk menumpas gerombolan ini. Pada tahun 1960 pasukan Siliwangi bersama rakyat melakukan operasi “Pagar Betis” dan operasi “Bratayudha.” Pada tanggal 4 Juni 1962 SM. Kartosuwiryo beserta para pengawalnya dapat ditangkap oleh pasukan Siliwangi dalam operasi “Bratayudha” di Gunung Geber, daerah Majalaya, Jawa Barat. Kemudian SM. Kartosuwiryo oleh Mahkamah Angkatan Darat dijatuhi hukuman mati sehingga pemberontakan DI/ TII di Jawa Barat dapat dipadamkan.

7. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah

Gerombolan DI/TII ini tidak hanya di Jawa Barat akan tetapi di Jawa Tengah juga muncul pemberontakan yang didalangi oleh DI/ TII. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah di bawah pimpinan Amir Fatah yang bergerak di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan. dan Moh. Mahfudh Abdul Rachman (Kiai Sumolangu). Untuk menumpas pemberontakan ini pada bulan Januari 1950 pemerintah melakukan operasi kilat yang disebut “Gerakan Banteng Negara” (GBN) di bawah Letnan Kolonel Sarbini (selanjut-nya diganti Letnan Kolonel M. Bachrun dan kemudian oleh Letnan Kolonel A. Yani). Gerakan operasi ini dengan pasukan “Banteng Raiders.” Sementara itu di daerah Kebumen muncul pemberontakan yang merupakan bagian dari DI/ TII, yakni dilakukan oleh “Angkatan Umat Islam (AUI)” yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahudz Abdurachman yang dikenal sebagai “Romo Pusat” atau Kyai Somalangu. Untuk menumpas pemberontakan ini memerlukan waktu kurang lebih tiga bulan. Pemberontakan DI/TII juga terjadi di daerah Kudus dan Magelang yang dilakukan oleh Batalyon 426 yang bergabung dengan DI/TII pada bulan Desember 1951. Untuk menumpas pemberontakan ini pemerintah melakukan “Operasi Merdeka Timur” yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade Pragolo. Pada awal tahun 1952 kekuatan Batalyon pemberontak terrsebut dapat dihancurkan dan sisa- sisanya melarikan diri ke Jawa Barat dan ke daerah GBN.

8. Pemberontakan DI/TII di Aceh

Gerombolan DI/ TII juga melakukan pemberontakan di Aceh yang dipimpin oleh Teuku Daud Beureuh. Adapun penyebab timbulnya pemberontakan DI/TII di Aceh adalah kekecewaan Daud Beureuh karena status Aceh pada tahun 1950 diturunkan dari daerah istimewa menjadi karesidenan di bawah Provinsi Sumatera Utara. Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureuh yang waktu itu menjabat sebagai gubernur militer menyatakan bahwa Aceh merupakan bagian dari Negara Islam Indonesia di bawah pimpinan SM. Kartosuwiryo. Dalam menghadapi pemberontakan DI/ TII di Aceh ini semula pemerintah menggunakan kekuatan senjata. Selanjutnya atas prakarsa Kolonel M. Yasin, Panglima Daerah Militer I/Iskandar Muda, pada tanggal 17-21 Desember 1962 diselenggarakan “Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh” yang mendapat dukungan tokohtokoh masyarakat Aceh sehingga pemberontakan DI/ TII di Aceh dapat dipadamkan.

9. Pemberontakan DI / TII di Sulawesi Selatan

Di Sulawesi Selatan juga timbul pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar menuntut kepada pemerintah agar pasukannya yang tergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan dimasukkan ke dalam Angkatan Perang RIS (APRIS). Tuntutan ini ditolak karena harus melalui penyaringan. Pemerintah melakukan pendekatan kepada Kahar Muzakar dengan memberi pangkat Letnan Kolonel. Akan tetapi pada tanggal 17 Agustus 1951 Kahar Muzakar beserta anak buahnya melarikan diri ke hutan dan melakukan aksi dengan melakukan teror terhadap rakyat. Untuk menghadapi pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan ini pemerintah melakukan operasi militer. Baru pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditangkap dan ditembak mati sehingga pemberontakan DI/TII di Sulawesi dapat dipadamkan.

10. Pemberontakan DI /TII di Kalimantan Selatan

Pada bulan Oktober 1950 DI/ TII juga melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Para pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang pospos kesatuan TNI. Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan kepada Ibnu Hajar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima menjadi anggota TNI. Ibnu Hajar pun menyerah, akan tetapi setelah menyerah melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi. Selanjutnya pemerintah mengerahkan pasukan TNI sehingga pada akhir tahun 1959 Ibnu Hajar beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dimusnahkan.

11. Pemberontakan G 30 S/PKI dan Cara Penumpasannya

Tantangan yang dihadapi NKRI ketika Demokrasi Terpimpin dilaksanakan dan munculnya krisis ekonomi nasional merupakan peluang paham komunis untuk berkembang. Prinsip Nasakom yang dilaksanakan pada waktu itu memberi kesempatan kepada PKI dan organisasi pendukungnya untuk memperluas pengaruhnya. Melihat kondisi ekonomi yang memprihatinkan serta kondisi sosial politik yang penuh dengan gejolak pada awal tahun 1960-an maka PKI berusaha menyusun kekuatan dan melakukan pemberontakan. Sebelum melakukan pemberontakan, PKI melakukan berbagai cara agar mendapat dukungan yang luas di antaranya sebagai berikut.
  1. PKI menyatakan dirinya sebagai pejuang perbaikan nasib rakyat serta berjanji akan menaikkan gaji dan upah buruh, pembagian tanah dengan adil, dan sebagainya.
  2. PKI juga mencari pendukung dari berbagai kalangan mulai dari para petani, buruh kecil, pegawai rendahan baik sipil maupun militer, seniman, wartawan, guru, mahasiswa, dosen, intelektual, dan para perwira ABRI.
  3. Pengaruh PKI yang besar dalam bidang politik sehingga memengaruhi terhadap kebijakan pemerintah. Misalnya, semua organisasi yang anti komunis dituduh sebagai anti pemerintah. Manifesto Kebudayaan (Manikebu), sebagai organisasi para seniman dibubarkan pemerintah pada bulan Mei 1964. Kebijakan politik luar negeri RI pada waktu itu lebih condong ke Blok Timur yakni dengan terbentuknya Poros Jakarta-Peking.
Puncak ketegangan politik terjadi secara nasional pada dini hari tanggal 30 September 1965 atau awal tanggal 1 Oktober 1965, yakni terjadinya penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat. Penculikan ini dilakukan oleh sekelompok militer yang menamakan dirinya sebagai Gerakan 30 September. Aksi ini di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung, komandan Batalyon I Cakrabirawa. Para pimpinan TNI AD yang diculik dan dibunuh oleh kelompok G 30 S/ PKI tersebut adalah sebagai berikut.
  • Letnan Jenderal Ahmad Yani
  • Mayor Jenderal R. Suprapto
  • Mayor Jenderal Haryono MT
  • Mayor Jenderal S. Parman
  • Brigadir Jenderal DI. Panjaitan
  • Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo
  • Letnan Satu Pierre Andreas Tendean.

 Dalam peristiwa tersebut Jenderal Abdul Haris Nasution yang menjabat sebagai Menteri Kompartemen Hankam/ Kepala Staf Angkatan Darat berhasil meloloskan diri dari pembunuhan akan tetapi putri beliau, Irma Suryani Nasution tewas akibat tembakan para penculik. Letnan Satu Pierre Andreas Tendean, ajudan Jenderal Nasution juga tewas dalam peristiwa tersebut. Selain itu Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun, pengawal rumah Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena juga menjadi korban keganasan PKI. Peristiwa pembunuhan oleh G 30 S/ PKI yang terjadi di Yogyakarta mengakibatkan gugurnya dua orang perwira TNI AD yakni Kolonel Katamso Dharmokusumo dan Letnan Kolonel Sugiyono. Pada hari Jum’at pagi tanggal 1 Oktober 1965 “Gerakan 30 September “ telah menguasai dua buah sarana komunikasi vital, yakni studio RRI Pusat di Jalan Merdeka Barat, Jakarta dan Kantor PN Telekomunikasi di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI pagi itu pukul 07.20 dan diulang pada pukul 08.15 disiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September. Diumumkan antara lain bahwa gerakan ditujukan kepada jenderal- jenderal anggota Dewan Jenderal yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Dengan pengumuman ini maka masyarakat menjadi bingung.
Baca Lainnya :  Contoh Kesenjangan Sosial

Menghadapi situasi politik yang panas tersebut Presiden Sukarno berangkat menuju Halim Perdanakusumah, dan segera mengeluarkan perintah agar seluruh rakyat Indonesia tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaan serta memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Mayor Jenderal Suharto selaku Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) mengambil alih komando Angkatan Darat, karena belum adanya kepastian mengenai Letnan Jenderal Ahmad Yani yang menjabat Menteri Panglima Angakatan Darat. Dengan menghimpun pasukan lain termasuk Divisi Siliwangi, dan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edi Wibowo, panglima Kostrad mulai memimpin operasi penumpasan terhadap Gerakan 30 September. Tindakan-tindakan yang dilakukan dalam operasi ini sebagai berikut.
  • Pada tanggal 1 Oktober 1965 operasi untuk merebut kembali RRI dan Kantor Telkomunikasi sekitar pukul 19.00. Dalam sekitar waktu 20 menit operasi ini berhasil tanpa hambatan. Selanjutnya Mayor Jenderal Soeharto selaku pimpinan sementara Angkatan Darat mengumumkan lewat RRI yang isinya sebagai berikut.
    (a) Adanya usaha usaha perebutan kekuasaan oleh yang menamakan dirinya Gerakan 30 September.
    (b) Telah diculiknya enam tinggi Angkatan Darat.
    (c ) Presiden dan Menko Hankam/Kasab dalam keadaan aman dan sehat.
    (d) Kepada rakyat dianjurkan untuk tetap tenang dan waspada.

  • Menjelang sore hari pada tanggal 2 Oktober 1965 pukul 06.10 operasi yang dilakukan oleh RPKAD yang dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhi Wibowo dan Batalyon 328 Para Kujang. Operasi ini berhasil menguasai beberapa tempat penting dapat mengambil alih beberapa daerah termasuk daerah sekitar bandar udara Halim Perdanakusumah yang menjadi pusat kegiatan Gerakan 30 September.
  • Dalam operasi pembersihan di kampung Lubang Buaya pada tanggal 3 Oktober 1965, atas petunjuk seorang anggota polisi, Ajun Brigadir Polisi Sukitman diketemukan sebuah sumur tua tempat jenazah para perwira Angkatan Darat dikuburkan. Mereka yang menjadi korban kebiadaban PKI tersebut mendapat penghargaan sebagai pahlawan revolusi.
Ketika gerakan 30 September ini menyadari tidak adanya dukungan dari masyarakat maupun anggota angkatan bersenjata lainnya, para pemimpin dan tokoh pendukung Gerakan 30 September termasuk pemimpin PKI D.N. Aidit segera melarikan diri. Dengan demikian masyarakat semakin mengetahui bahwa Gerakan 30 September yang sebenarnya melakukan pengkhianatan terhadap negara ini.

Demikian Penjelasan Materi Tentang Daftar Pemberontakan di Indonesia: 11 Daftar Pemberontakan di Indonesia Semoga Materinya Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi.